MAKALAH
“KARAKTERISTIK,
MODEL DAN PENDEKATAN EVALUASI PEMBELAJARAN”
Disusun
Oleh:
Yeti
Agustin 140651100088
Nur
Lailatul Chauliyah 140651100090
Arba’atun 140651100091
Fitri
Amalia 140651100093
Ainin Shofiyah 140651100102
Iftida
Islamiyatil Choiri 140651100109
Khairin
Nisa’ 140651100119
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses perubahan
tingkah laku karena interaksi individu dengan lingkungan dan pengalaman yang
dilakukan secara sadar dan terencana secara berkesinambungan. Dalam proses
pembelajaran, tahap penilaian atau evaluasi diperlukan untuk melihat perubahan
atau hasil yang telah dicapai oleh peserta didik selama proses pembelajaran
berlangsung. Penilaian atau evaluasi diartikan sebagai proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik (PP.
19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab I pasal 1 ayat 17). Adapun
menurut Depdiknas (2003:6), tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk (a)
melihat produktivitas dan efektivitas kegiatan belajar-mengajar, (b) memperbaiki
dan menyempurnakan kegiatan guru, (c) memperbaiki, menyempurnakan dan
mengembangkan program belajar-mengajar, (d) mengetahui kesulitan-kesulitan apa
yang dihadapi oleh siswa selama kegiatan belajar dan mencarikan jalan
keluarnya, dan (e) menempatkan siswa dalam situasi belajar-mengajar yang tepat
sesuai dengan kemampuannya. Seorang guru dalam melakukan evaluasi atau
penilaian mengenai proses dan hasil belajar sering menggunakan instrument
tertentu, baik tes maupun non tes. Instrumen ini mempunyai fungsi dan peran
yang sangat penting dalam rangka mengetahui keefektifan proses pembelajaran di
sekolah, maka suatu instrument harus memiliki syarat-syarat tertentu sekaligus
menunjukkan karakteristik instumen. Dalam praktik di sekolah, sering kali guru
membuat instrument tanpa mengikuti aturan-aturan tertentu, misalnya guru
memberikan soal-soal ulangan yang langsung mengambil dari buku sumber, padahal
belum tentu buku sumber yang digunakan sesuai dengan kurikulum yang digunakan
oleh sekolah, tidak berhubungan dengan materi dan soal-soal yang ada merupakan
soal lama yang belum diketahui kualitasnya. Hal ini sebagai akibat dari
kekurangpahaman guru terhadap suatu instrument evaluasi yang baik. Oleh karena
itu, penulisan makalah ini bertujuan untuk memaparkan karakteristik instrument
evaluasi, model-model evaluasi dan pendekatan evaluasi yang baik dan sesuai
diterapkan di sekolah.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik instrument
evaluasi?
2. Apa saja model-model evaluasi
pembelajaran?
3. Apa yang dimaksud dengan pendekatan
evaluasi?
C.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk menjelaskan karakteristik
instrument evaluasi pembelajaran
2. Untuk memaparkan model-model evaluasi
pembelajaran
3. Untuk menjelaskan tentang pendekatan yang
digunakan dalam evaluasi pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Karakteristik Instrumen Evaluasi
Evaluasi sangat berguna untuk
meningkatkan kualitas sistem pembelajaran. Evaluasi tidak dapat dipisahkan dari
pembelajaran, karena keefektifan pembelajaran hanya dapat diketahui melalui
evaluasi. Dengan kata lain, melalui evaluasi semua komponen pembelajaran dapat
diketahui apakah dapat berfungsi sebagaimana mestinya atau tidak. Pada umunya
guru melakukan penilaian berdasarkan proses pengukuran dalam bentuk tes dan non
tes. Alat ukur atau instrument tersebut ada yang baik, ada pula yang kurang
baik. Instrumen yang baik adalah instrument yang memenuhi syarat-syarat atau
kaidah-kaidah tertentu, dapat memberikan data yang akurat sesuai dengan
fungsinya, dan hanya mengukur sampel perilaku tertentu. Adapun karakteristik
instrumen evaluasi yang baik adalah valid, reliabel, relevan, representatif,
praktis, deskriminatif, spesifik dan proporsional.
a. Valid. Suatu instrumen dapat dikatakan
valid jika betul-betul mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Validitas
instrument evaluasi dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain validitas
ramalan (predictive validity),
validitas bandingan (concurrent validity),
validitas isi (content validity),
validitas konstruk (construct validity),
dan lain sebagainya
b. Reliabel. Suatu instrumen dapat
dikatakan Reliabel atau handal jika ia mempunyai hasil yang taat asas (consistent)
c. Relevan. Instrumen yang digunakan harus
sesuai dengan standart kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang telah
ditetapkan
d. Representatif. Materi instrumen harus
betul-betul mewakili seluruh materi yang disampaikan. Hal ini dilakukan bila
penyusunan instrument menggunakan silabus sebagai acuan pemilihan materi tes
e. Praktis. Praktis artinya mudah digunakan,
kepraktisan ini bukan hanya dilihat dari teknik penyusunan instrument, tetapi
juga bagi orang lain yang ingin menggunakan instrument tersebut
f. Deskriminatif. Instrumen itu harus
disusun sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan perbedaan-perbedaan yang
sekecil apapun
g. Spesifik. Suatu instrumen disusun dan
digunakan khusus untuk objek yang dievaluasi
h. Proporsional. Suatu instrumen harus
memiliki tingkat kesulitan yang proporsional antara sulit, sedang, dan mudah.
Gambar 1.1 Karakteristik instrument evaluasi
Adapun ciri-ciri evaluasi yang baik
menurut J. Mursell dalam buku Succesfull
Teaching (tanpa tahun :23) adalah “evaluasi dan hasil langsung, evaluasi
dan transfer, dan evaluasi langsung dari proses belajar” yang ketiganya
dikhususkan pada ciri-ciri penilaian proses dan hasil belajar, bukan ciri-ciri
evaluasi secara umum.
a. Evaluasi dan Hasil Langsung
Jika evaluasi
diadakan ketika proses pembelajaran sedang berlangsung, maka guru ingin
mengetahui keefektifan dan kesesuaian strategi pembelajaran dengan tujuan yang
ingin dicapai. Jika evaluasi dilakukan sesudah proses pembelajaran selesai,
berarti guru ingin mengetahui hasil atau prestasi belajar yang diperoleh
peserta didik.
b. Evaluasi dan Transfer
Hal penting yang
berkenaan dengan proses belajar adalah kemungkinan mentransfer hasil yang
dipelajari kedalam situasi yang fungsional. Apabila suatu hasil belajar tidak
dapat ditransfer dan hanya dapat digunakan dalam satu situasi tertentu saja,
maka hasil belajar itu disebut hasil belajar palsu. Sebaliknya, jika suatu
hasil belajar dapat ditransfer kepada penggunaan yang actual, maka hasil
belajar itu disebut hasil belajar autentik. Jadi, evaluasi yang baik harus
mengukur hasil belajar yang autentik dan kemungkinan dapat ditransfer. Ada dua
sebab mengapa hasil belajar yang mengakibatkan dan berhubungan dengan proses
transfer menjadi penting artinya dalam proses evaluasi. Pertama, hasil-hasil
itu menyatakan secara khusus dan sejelas-jelasnya kepada guru mengenai apa yang
terjadi atau tidak terjadi, dan sampai mana tercapainya hasil belajar yang
penuh makna dan autentik sifatnya. Kedua, hasil belajar sangat erat hubungannya
dengan tujuan peserta didik belajar, sehingga mempunyai efek yang sangat kuat
terhadap pembentukan pola dan karakter belajar yang dilakukan peserta didik.
c. Evaluasi Langsung dari Proses Belajar
Disamping harus
mengetahui hasil belajar, guru juga harus menilai proses belajar, agar proses
belajar dapat diorganisasi sedemikian rupa sehingga dapat mencapai hasil yang
optimal. Penelitian tentang proses belajar yang diikuti oleh peserta didik
merupakan suatu hal penting yang dilakukan oleh guru. Meneliti proses belajar
peserta didik memerlukan waktu, tenaga, pemikiran dan pengalaman. Guru juga
dapat menggunakan suatu metode untuk menilai proses belajar dengan
memperhatikan prinsip konteks, vokalisasi, sosialisasi, individualisasi, dan
urutan (sequence). Jadi, dalam
evaluasi pembelajaran guru jangan terfokus kepada hasil belajar saja, tetapi
juga harus memperhatikan transfer hasil belajar dan proses belajar yang
dijalani oleh peserta didik.
B.
Model-Model Evaluasi
Pada tahun 1949, Tyler pernah
mengembangkan model Black box. Ketika
itu, orang banyak mempelajari evaluasi dari psikometrik dengan kajian utamanya
adalah tes dan pengukuran. Baru sekitar tahun 1960-an studi evaluasi mulai
berdiri sendiri menjadi salah satu program studi di perguruan tinggi.
Selanjutnya, sekitar tahun 1972, model evaluasi mulai berkembang. Taylor dan
Cowley berhasil mengumpulkan berbagai pemikiran tentang model evaluasi
menggunakan pendekatan positivisme yang berakar pada teori psikometrik.
Penggunaan desain eksperimen oleh Campbell dan Stanley (1963) menjadi ciri
utama dari model evaluasi. Perkembangan lain adalah adanya suatu upaya untuk
bersikap eklektik dalam penggunaan pendekatan positivisme maupun fenomenologi
yang oleh Patton (1980) disebut paradigm of choice.
Dalam studi tentang evaluasi, banyak
dijumpai model-model evaluasi dengan format atau sistematika yang berbeda,
namun secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
Model Tyler
Model ini
dibangun atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi ditujukan pada tingkah
laku peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal
peserta didik sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran dan sesudah
melaksanakan kegiatan pembelajaran (hasil). Penggunaan model Tyler memerlukan
informasi perubahan tingkah laku terutama pada saat sebelum dan sesudah
terjadinya pembelajaran (pre-test dan post-test). Model ini mensyaratkan
validitas informasi pada tes akhir dan memerlukan kontrol dengan menggunakan
desain eksperimen. Menurut Tyler, ada tiga langkah pokok yang harus dilakukan,
yaitu menentukan tujuan pembelajaran yang akan di evaluasi, menentukan situasi
dimana peserta didik memperoleh kesempatan untuk menunjukkan tingkah laku yang
berhubungan dengan tujuan, dan menentukan alat evaluasi yang akan dipergunakan
untuk mengukur tingkah laku peserta didik.
2.
Model yang Berorientasi pada Tujuan
Model evaluasi
ini menggunakan tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus sebagai
kriteria untuk menentukan keberhasilan. Evaluasi diartikan sebagai proses
pengukuran untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran telah tercapai.
Tujuan model ini adalah membantu guru merumuskan tujuan dan menjelaskan hubungan
antara tujuan dengan kegiatan, dan juga membantu guru menjelaskan rencana
pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan proses pencapaian tujuan. Instrumen
yang digunakan bergantung pada tujuan yang ingin diukur, dan hasil evaluasi
akan menggambarkan tingkat keberhasilan tujuan program pembelajaran berdasarkan
kriteria program khusus. Kelebihan model ini terletak pada hubungan antara
tujuan dengan kegiatan dan menekankan pada peserta didik sebagai aspek penting
dalam program pembelajaran. Kekurangannya adalah memungkinkan terjadinya proses
evaluasi melebihi konsekuensi yang tidak diharapkan.
3.
Model Pengukuran
Model pengukuran
(Measurement model) banyak
mengemukakan pemikiran R. Thorndike dan R. L. Ebel yang menitikberatkan pada
kegiatan pengukuran. Dalam bidang pendidikan, model ini diterapkan untuk
mengungkap perbedaan-perbedaan individual maupun kelompok dalam hal kemampuan,
minat dan sikap. Hasil evaluasi digunakan untuk keperluan seleksi peserta
didik, bimbingan dan perencanaan pendidikan. Objek evaluasi model ini adalah
tingkah laku peserta didik, mencakup hasil belajar (kognitif), pembawaan,
sikap, minat, bakat, dan juga aspek-aspek kepribadian peserta didik. Instrumen
yang digunakan pada umumnya adalah tes tertulis (paper and pencil test) dalam bentuk tes objektif yang dibakukan.
Model ini menggunakan pendekatan penilaian acuan norma (norm-referenced assessment).
4.
Model Kesesuaian (Ralph W.Tyler, John B.Carol, dan
Lee J.Cronbach)
Evaluasi menurut
model ini adalah suatu kegiatan untuk melihat kesesuaian (congruence) antara tujuan dengan hasil belajar yang telah dicapai.
Hasil evaluasi digunakan untuk menyempurnakan sistem bimbingan peserta didik
dan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukan. Objek
evaluasi adalah tingkah laku peserta didik, yaitu perubahan tingkah laku yang
diinginkan (intended behavior) pada
akhir kegiatan pendidikan. Untuk itu, model ini menggunakan 2 teknik yaitu tes
dan non tes yang dilakukan sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran. Adapun
langkah-langkah evaluasi model ini adalah merumuskan tujuan tingkah laku,
menentukan situasi dimana peserta didik dapat memperlihatkan perilaku yang akan
di evaluasi, menyusun alat evaluasi, dan menggunakan hasil evaluasi. Oleh sebab
itu, model ini menekankan pada pendekatan penilaian acuan patokan (criterion-referenced assessment).
5.
Educational
System Evaluation Model (Daniel
L.Stufflebeam, Michael Scriven, Robert E.Stake, dan Malcolm M.Provus)
Menurut model
ini, evaluasi berarti membandingkan performance dari berbagai dimensi (tidak
hanya dimensi hasil saja) dengan sejumlah criterion, baik yang bersifat
mutlak/intern maupun relative/ekstern. Objek evaluasi model ini diambil dari
beberapa model, yaitu:
a. Model countenance dari Stake. Meliputi keadaan sebelum kegiatan
berlangsung (antecedents), kegiatan yang terjadi dan saling mempengaruhi
(transactions), hasil yang diperoleh (outcomes)
b. Model CIPP dan CDPP dari Stufflebeam.
CIPP yaitu Context, Input, Process dan Product. CDPP yaitu Context, Design,
Process dan Product
c. Model Scriven. Meliputi instrumental
evaluation dan consequential evaluation
d. Model Provus. Meliputi design, operation
program, interim product, dan terminal product
e. Model EPIC (Evaluative Innovative
Curriculum) yang mengevaluasi perilaku, pembelajaran dan institusi
f. Model CEMREL (Central Midwestern
Regional Educational Laboratory). Dikembangkan oleh Howard Russell dan Louis
Smith dengan penekanan pada tiga segi, yaitu (1) fokus evaluasi yang menekankan
pada peserta didik, mediator dan material (2) peranan evaluasi adalah untuk
evaluasi kegiatan yang sedang berjalan dan evaluasi pada akhir kegiatan (3)
data evaluasi bersumber dari pengukuran skala, jawaban angket dan observasi
g. Model Atkinson. Tiga dominan tujuan,
yaitu struktur, proses dan produk.
6.
Model Alkin
Dikembangkan
oleh Malvin Alkin (1969), evaluasi adalah suatu proses untuk meyakinkan
keputusan, mengumpulkan informasi, memilih informasi yang tepat, dan
menganalisis informasi sehingga dapat disusun laporan bagi pembuat keputusan
dalam memilih beberapa alternative. Menurut Alkin terdapat lima jenis evaluasi,
yaitu:
a. Sistem Assessment, untuk memberikan
informasi tentang keadaan atau posisi dari suatu sistem
b. Program planning, untuk membantu
pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan
program
c. Program Implementation, untuk menyiapkan
informasi apakah suatu program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu
yang tepat sebagaimana yang direncanakan
d. Program Improvement, memberikan
informasi tentang bagaimana suatu program dapat berfungsi, apakah sesuai dengan
pencapaian tujuan? apakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul secara
tiba-tiba?
e. Program Certification, memberikan
informasi tentang nilai atau manfaat suatu program.
7.
Model Brinkerhoff
Robert
O.Brinkerhoff (1987) mengemukakan ada tiga jenis evaluasi yang disusun
berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, yaitu:
a. Fixed vs Emergent Evaluation Design
Desain
evaluasi ini dikembangkan berdasarkan tujuan program, kemudian disusun
pertanyaan-pertanyaan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperoleh dari
sumber-sumber tertentu. Selama proses evaluasi, seorang evaluator harus tetap
menjalin komunikasi yang kontinu dengan audiensi, sehingga data dan informasi
yang dikumpulkan tidak terputus dan tetap utuh. Dengan demikian, desain akan
terus berkembang dan berubah sesuai situasi dan kondisi di lapangan
b. Formative vs Sumative Evaluation
Untuk
dapat memahami kedua jenis evluasi ini dapat dilihat dari fungsinya. Evaluasi
formatif berfungsi untuk memperbaiki kurikulum dan pembelajaran, sedangkan
evaluasi sumatif berfungsi untuk melihat kemanfaatan kurikulum dan pembelajaran
secarah menyeluruh
c. Desain Eksperimental dan Desain Quasi Eksperimental vs
Natural Inquiry
Desain
eksperimental banyak menggunakan pendekatan kuantitatif, random sampling,
memberikan perlakuan,dan mengukur dampak. Tujuan adalah untuk menilai manfaat
hasil percobaan program pembelajaran. Untuk itu, perlu dilakukan manipulasi
terhadap lingkungan dan pemilihan strategi yang dianggap pantas. Dalam desain
evaluasi natural-inkuiri, evaluator banyak menghabiskan waktu untuk melakukan
pengamatan dan wawancara dengan orang-orang yang terlibat.
8.
Illuminative Model (Malcolm Parlett dan Hamilton)
Tujuan
evaluasi adalah untuk mempelajari secara cermat dan hati-hati terhadap
pelaksanaan sistem pembelajaran,faktor-faktor yang mempengaruhinya, kelebihan
dan kekurangan sistem, pengaruh sistem terhadap pengalaman belajar peserta
didik. Fungsi evaluasi adalah sebagai input untuk kepentingan pengambilan
keputusan dalam rangka penyesuaian dan penyempurnaan sistem pembelajaran yang
sedang dikembangkan. Cara-cara yang digunakan tidak bersifat standar, tetapi
bersifat fleksibel dan selektif.
9.
Model Responsif
Evaluasi
tidak diartikan sebagai pengukuran melainkan pemberian makna atau melukiskan
sebuah realitas dari berbagai perspektif orang-orang yang terlibat, berminat,
dan berkepentingan dengan program pembelajaran. Tujuan evaluasi adalah untuk
memahami semua komponen program pembelajaran melalui berbagai sudut pandang
yang berbeda. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, maka model ini kurang
percaya terhadap hal-hal yang bersifat kuantitatif. Kelebihan model ini adalah
peka terhadap berbagai pandangan dan kemampuannya mengakomodasi pendapat yang
ambigius serta tidak fokus. Sedangkan kekurangannyayaitu pembuat keputusan
sulit menentukan prioritas atau penyederhanaan informasi, tidak mungkin
menampung semua sudut pandang dari berbagai kelompok, serta membutuhkan waktu
dan tenaga. Evaluator harus dapat beradaptasi dengan lingkungan yang diamati.
Model-model
evaluasi yang telah dipaparkan diatas dapat digunakan dalam proses pembelajaran
dengan tergantung pada tujuan evaluasi yang ditetapkan. Keberhasilan suatu
evaluasi pembelajaran secara keseluruhan dipengaruhi oleh penggunaan yang tepat
pada sebuah model evaluasi, serta dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya: tujuan pembelajaran, sistem sekolah dan pembinaan guru.
C.
Pendekatan Evaluasi
Pendekatan merupakan sudut pandang
seseorang dalam mempelajari sesuatu. Pendekatan evaluasi merupakan sudut
pandang seseorang dalam menelaah atau mempelajari evaluasi. Dilihat dari
komponen pembelajaran, pendekatan evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu pendekatan
tradisional dan pendekatan sistem. Dilihat dari penafsiran hasil evaluasi,
pendekatan evaluasi juga dibagi menjadi dua, yaitu criterion-referenced
evaluation dan norm-referenced evaluation.
Gambar 1.2 Pendekatan Evaluasi
Pembelajaran
1.
Pendekatan Tradisional
Pendekatan ini
berorientasi pada praktik evaluasi yang telah berjalan selama ini di sekolah
yang ditujukan hanya kepada perkembangan aspek intelektual peserta didik.
Kegiatan-kegiatan evaluasi difokuskan pada komponen produk saja, sementara
komponen proses cenderung diabaikan. Spencer mengemukakan bahwa sejumlah isi
pendidikan yang dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk merumuskan tujuan
pendidikan secara kompeherensif dan pada gilirannya menjadi acuan dalam membuat
perencanaan evaluasi. Namun, tidak sedikit guru mengalami kesulitan untuk
mengembangkan sistem evaluasi di sekolah karena bertentangan dengan tradisi
yang selama ini sudah berjalan. Oleh sebab itu, sebaiknya kebijakan evaluasi
lebih menekankan pada target kualitas, yaitu kepentingan dan kebermaknaan
pendidikan bagi anak.
2.
Pendekatan Sistem
Sistem adalah
totalitas dari berbagai komponen yang saling berhubungan dan ketergantungan.
Pendekatan ini memfokuskan kepada komponen evaluasi yang meliputi komponen
kebutuhan dan feasibility, komponen input, komponen proses dan komponen produk
(CIPP) yang menjadi landasan perimbangan dalam evaluasi pembelajaran secara
sistematis. Dalam literature modern tentang evaluasi, terdapat dua pendekatan
yang dapat digunakan untuk menafsirkan hasil evaluasi, yaitu penilaian acuan
patokan (criterion-referenced evaluation)
dan penilaian acuan norma (nor-referenced
evaluation).
a. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Pendekatan ini
sering juga disebut penilaian norma absolut. Jika menggunakan pendekatan ini,
guru harus membandingkan hasil yang diperoleh peserta didik dengan sebuah
patokan atau kriteria yang secara absolut atau mutlak telah ditetapkan oleh
guru. Pendekatan ini cocok digunakan dalam evaluasi formatif yang berfungsi
untuk perbaikan proses pembelajaran. PAP dapat menggambarkan prestasi belajar
peserta didik secara objektif apabila alat ukur yang digunakan adalah alat ukur
yang standar.
b. Penilaian Acuan Norma (PAN)
Pendekatan ini
membandingkan skor setiap peserta didik dengan teman satu kelasnya. Makna nilai
dalam bentuk nilai maupun kualifikasi memiliki sifat relatif. Artinya, jika
pedoman konversi skor sudah disusun untuk suatu kelompok, maka pedoman itu
hanya berlaku untuk kelomnpok itu saja dan tidak berlaku untuk kelompok yang
lain, karena distribusi skor peserta didik sudah berbeda.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Evaluasi merupakan proses pengumpulan
dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik
menggunakan alat ukur atau instrument dalam bentuk tes dan non tes. Adapun
karakteristik instrumen evaluasi yang baik adalah valid, reliabel, relevan,
representatif, praktis, deskriminatif, spesifik dan proporsional. Selanjutnya, ciri-ciri
evaluasi yang baik adalah evaluasi dan hasil langsung, evaluasi dan transfer,
dan evaluasi langsung dari proses belajar.
Dalam studi tentang evaluasi, terdapat 9
model evaluasi dengan format atau sistematika yang berbeda, yairu: Model Tyler,
Model yang Berorientasi pada Tujuan, Model Pengukuran, Model Kesesuaian, Educational System Evaluation Model, Model Alkin, Model Brinkerhoff, Illuminative Model
dan Model Responsif. Keberhasilan
evaluasi pembelajaran secara keseluruhan dipengaruhi oleh penggunaan yang tepat
pada sebuah model evaluasi, serta dipengaruhi oleh tujuan pembelajaran, sistem
sekolah dan pembinaan guru.
Pendekatan evaluasi merupakan sudut
pandang seseorang dalam menelaah atau mempelajari evaluasi. Dilihat dari
komponen pembelajaran, pendekatan evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu pendekatan
tradisional dan pendekatan sistem. Dilihat dari penafsiran hasil evaluasi,
pendekatan evaluasi juga dibagi menjadi dua, yaitu criterion-referenced
evaluation dan norm-referenced evaluation.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2014. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar