Sabtu, 24 Desember 2016

makalah karakteristik model dan pendekatan evaluasi pembelajaran



MAKALAH

“KARAKTERISTIK, MODEL DAN PENDEKATAN EVALUASI PEMBELAJARAN”
Logo-Unijoyo-Kemenristek

Disusun Oleh:
Yeti Agustin                           140651100088
Nur Lailatul Chauliyah          140651100090
Arba’atun                               140651100091
Fitri Amalia                            140651100093
Ainin Shofiyah                       140651100102
Iftida Islamiyatil Choiri         140651100109
Khairin Nisa’                          140651100119

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2016
BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku karena interaksi individu dengan lingkungan dan pengalaman yang dilakukan secara sadar dan terencana secara berkesinambungan. Dalam proses pembelajaran, tahap penilaian atau evaluasi diperlukan untuk melihat perubahan atau hasil yang telah dicapai oleh peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Penilaian atau evaluasi diartikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik (PP. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab I pasal 1 ayat 17). Adapun menurut Depdiknas (2003:6), tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk (a) melihat produktivitas dan efektivitas kegiatan belajar-mengajar, (b) memperbaiki dan menyempurnakan kegiatan guru, (c) memperbaiki, menyempurnakan dan mengembangkan program belajar-mengajar, (d) mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi oleh siswa selama kegiatan belajar dan mencarikan jalan keluarnya, dan (e) menempatkan siswa dalam situasi belajar-mengajar yang tepat sesuai dengan kemampuannya. Seorang guru dalam melakukan evaluasi atau penilaian mengenai proses dan hasil belajar sering menggunakan instrument tertentu, baik tes maupun non tes. Instrumen ini mempunyai fungsi dan peran yang sangat penting dalam rangka mengetahui keefektifan proses pembelajaran di sekolah, maka suatu instrument harus memiliki syarat-syarat tertentu sekaligus menunjukkan karakteristik instumen. Dalam praktik di sekolah, sering kali guru membuat instrument tanpa mengikuti aturan-aturan tertentu, misalnya guru memberikan soal-soal ulangan yang langsung mengambil dari buku sumber, padahal belum tentu buku sumber yang digunakan sesuai dengan kurikulum yang digunakan oleh sekolah, tidak berhubungan dengan materi dan soal-soal yang ada merupakan soal lama yang belum diketahui kualitasnya. Hal ini sebagai akibat dari kekurangpahaman guru terhadap suatu instrument evaluasi yang baik. Oleh karena itu, penulisan makalah ini bertujuan untuk memaparkan karakteristik instrument evaluasi, model-model evaluasi dan pendekatan evaluasi yang baik dan sesuai diterapkan di sekolah.

B.    Rumusan Masalah
1.     Bagaimana karakteristik instrument evaluasi?
2.     Apa saja model-model evaluasi pembelajaran?
3.     Apa yang dimaksud dengan pendekatan evaluasi?

C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.     Untuk menjelaskan karakteristik instrument evaluasi pembelajaran
2.     Untuk memaparkan model-model evaluasi pembelajaran
3.     Untuk menjelaskan tentang pendekatan yang digunakan dalam evaluasi pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Karakteristik Instrumen Evaluasi
Evaluasi sangat berguna untuk meningkatkan kualitas sistem pembelajaran. Evaluasi tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran, karena keefektifan pembelajaran hanya dapat diketahui melalui evaluasi. Dengan kata lain, melalui evaluasi semua komponen pembelajaran dapat diketahui apakah dapat berfungsi sebagaimana mestinya atau tidak. Pada umunya guru melakukan penilaian berdasarkan proses pengukuran dalam bentuk tes dan non tes. Alat ukur atau instrument tersebut ada yang baik, ada pula yang kurang baik. Instrumen yang baik adalah instrument yang memenuhi syarat-syarat atau kaidah-kaidah tertentu, dapat memberikan data yang akurat sesuai dengan fungsinya, dan hanya mengukur sampel perilaku tertentu. Adapun karakteristik instrumen evaluasi yang baik adalah valid, reliabel, relevan, representatif, praktis, deskriminatif, spesifik dan proporsional.
a.      Valid. Suatu instrumen dapat dikatakan valid jika betul-betul mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Validitas instrument evaluasi dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain validitas ramalan (predictive validity), validitas bandingan (concurrent validity), validitas isi (content validity), validitas konstruk (construct validity), dan lain sebagainya
b.     Reliabel. Suatu instrumen dapat dikatakan Reliabel atau handal jika ia mempunyai hasil yang taat asas (consistent)
c.      Relevan. Instrumen yang digunakan harus sesuai dengan standart kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang telah ditetapkan
d.     Representatif. Materi instrumen harus betul-betul mewakili seluruh materi yang disampaikan. Hal ini dilakukan bila penyusunan instrument menggunakan silabus sebagai acuan pemilihan materi tes
e.      Praktis. Praktis artinya mudah digunakan, kepraktisan ini bukan hanya dilihat dari teknik penyusunan instrument, tetapi juga bagi orang lain yang ingin menggunakan instrument tersebut
f.      Deskriminatif. Instrumen itu harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan perbedaan-perbedaan yang sekecil apapun
g.     Spesifik. Suatu instrumen disusun dan digunakan khusus untuk objek yang dievaluasi
h.     Proporsional. Suatu instrumen harus memiliki tingkat kesulitan yang proporsional antara sulit, sedang, dan mudah.
Gambar 1.1 Karakteristik instrument evaluasi

Adapun ciri-ciri evaluasi yang baik menurut J. Mursell dalam buku Succesfull Teaching (tanpa tahun :23) adalah “evaluasi dan hasil langsung, evaluasi dan transfer, dan evaluasi langsung dari proses belajar” yang ketiganya dikhususkan pada ciri-ciri penilaian proses dan hasil belajar, bukan ciri-ciri evaluasi secara umum.
a.      Evaluasi dan Hasil Langsung
Jika evaluasi diadakan ketika proses pembelajaran sedang berlangsung, maka guru ingin mengetahui keefektifan dan kesesuaian strategi pembelajaran dengan tujuan yang ingin dicapai. Jika evaluasi dilakukan sesudah proses pembelajaran selesai, berarti guru ingin mengetahui hasil atau prestasi belajar yang diperoleh peserta didik.

b.     Evaluasi dan Transfer
Hal penting yang berkenaan dengan proses belajar adalah kemungkinan mentransfer hasil yang dipelajari kedalam situasi yang fungsional. Apabila suatu hasil belajar tidak dapat ditransfer dan hanya dapat digunakan dalam satu situasi tertentu saja, maka hasil belajar itu disebut hasil belajar palsu. Sebaliknya, jika suatu hasil belajar dapat ditransfer kepada penggunaan yang actual, maka hasil belajar itu disebut hasil belajar autentik. Jadi, evaluasi yang baik harus mengukur hasil belajar yang autentik dan kemungkinan dapat ditransfer. Ada dua sebab mengapa hasil belajar yang mengakibatkan dan berhubungan dengan proses transfer menjadi penting artinya dalam proses evaluasi. Pertama, hasil-hasil itu menyatakan secara khusus dan sejelas-jelasnya kepada guru mengenai apa yang terjadi atau tidak terjadi, dan sampai mana tercapainya hasil belajar yang penuh makna dan autentik sifatnya. Kedua, hasil belajar sangat erat hubungannya dengan tujuan peserta didik belajar, sehingga mempunyai efek yang sangat kuat terhadap pembentukan pola dan karakter belajar yang dilakukan peserta didik.
c.      Evaluasi Langsung dari Proses Belajar
Disamping harus mengetahui hasil belajar, guru juga harus menilai proses belajar, agar proses belajar dapat diorganisasi sedemikian rupa sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Penelitian tentang proses belajar yang diikuti oleh peserta didik merupakan suatu hal penting yang dilakukan oleh guru. Meneliti proses belajar peserta didik memerlukan waktu, tenaga, pemikiran dan pengalaman. Guru juga dapat menggunakan suatu metode untuk menilai proses belajar dengan memperhatikan prinsip konteks, vokalisasi, sosialisasi, individualisasi, dan urutan (sequence). Jadi, dalam evaluasi pembelajaran guru jangan terfokus kepada hasil belajar saja, tetapi juga harus memperhatikan transfer hasil belajar dan proses belajar yang dijalani oleh peserta didik.

B.    Model-Model Evaluasi
Pada tahun 1949, Tyler pernah mengembangkan model Black box. Ketika itu, orang banyak mempelajari evaluasi dari psikometrik dengan kajian utamanya adalah tes dan pengukuran. Baru sekitar tahun 1960-an studi evaluasi mulai berdiri sendiri menjadi salah satu program studi di perguruan tinggi. Selanjutnya, sekitar tahun 1972, model evaluasi mulai berkembang. Taylor dan Cowley berhasil mengumpulkan berbagai pemikiran tentang model evaluasi menggunakan pendekatan positivisme yang berakar pada teori psikometrik. Penggunaan desain eksperimen oleh Campbell dan Stanley (1963) menjadi ciri utama dari model evaluasi. Perkembangan lain adalah adanya suatu upaya untuk bersikap eklektik dalam penggunaan pendekatan positivisme maupun fenomenologi yang oleh Patton (1980) disebut paradigm of choice.
Dalam studi tentang evaluasi, banyak dijumpai model-model evaluasi dengan format atau sistematika yang berbeda, namun secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.     Model Tyler
Model ini dibangun atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi ditujukan pada tingkah laku peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran dan sesudah melaksanakan kegiatan pembelajaran (hasil). Penggunaan model Tyler memerlukan informasi perubahan tingkah laku terutama pada saat sebelum dan sesudah terjadinya pembelajaran (pre-test dan post-test). Model ini mensyaratkan validitas informasi pada tes akhir dan memerlukan kontrol dengan menggunakan desain eksperimen. Menurut Tyler, ada tiga langkah pokok yang harus dilakukan, yaitu menentukan tujuan pembelajaran yang akan di evaluasi, menentukan situasi dimana peserta didik memperoleh kesempatan untuk menunjukkan tingkah laku yang berhubungan dengan tujuan, dan menentukan alat evaluasi yang akan dipergunakan untuk mengukur tingkah laku peserta didik.

2.     Model yang Berorientasi pada Tujuan
Model evaluasi ini menggunakan tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Evaluasi diartikan sebagai proses pengukuran untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran telah tercapai. Tujuan model ini adalah membantu guru merumuskan tujuan dan menjelaskan hubungan antara tujuan dengan kegiatan, dan juga membantu guru menjelaskan rencana pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan proses pencapaian tujuan. Instrumen yang digunakan bergantung pada tujuan yang ingin diukur, dan hasil evaluasi akan menggambarkan tingkat keberhasilan tujuan program pembelajaran berdasarkan kriteria program khusus. Kelebihan model ini terletak pada hubungan antara tujuan dengan kegiatan dan menekankan pada peserta didik sebagai aspek penting dalam program pembelajaran. Kekurangannya adalah memungkinkan terjadinya proses evaluasi melebihi konsekuensi yang tidak diharapkan.

3.     Model Pengukuran
Model pengukuran (Measurement model) banyak mengemukakan pemikiran R. Thorndike dan R. L. Ebel yang menitikberatkan pada kegiatan pengukuran. Dalam bidang pendidikan, model ini diterapkan untuk mengungkap perbedaan-perbedaan individual maupun kelompok dalam hal kemampuan, minat dan sikap. Hasil evaluasi digunakan untuk keperluan seleksi peserta didik, bimbingan dan perencanaan pendidikan. Objek evaluasi model ini adalah tingkah laku peserta didik, mencakup hasil belajar (kognitif), pembawaan, sikap, minat, bakat, dan juga aspek-aspek kepribadian peserta didik. Instrumen yang digunakan pada umumnya adalah tes tertulis (paper and pencil test) dalam bentuk tes objektif yang dibakukan. Model ini menggunakan pendekatan penilaian acuan norma (norm-referenced assessment).

4.     Model Kesesuaian (Ralph W.Tyler, John B.Carol, dan Lee J.Cronbach)
Evaluasi menurut model ini adalah suatu kegiatan untuk melihat kesesuaian (congruence) antara tujuan dengan hasil belajar yang telah dicapai. Hasil evaluasi digunakan untuk menyempurnakan sistem bimbingan peserta didik dan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukan. Objek evaluasi adalah tingkah laku peserta didik, yaitu perubahan tingkah laku yang diinginkan (intended behavior) pada akhir kegiatan pendidikan. Untuk itu, model ini menggunakan 2 teknik yaitu tes dan non tes yang dilakukan sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran. Adapun langkah-langkah evaluasi model ini adalah merumuskan tujuan tingkah laku, menentukan situasi dimana peserta didik dapat memperlihatkan perilaku yang akan di evaluasi, menyusun alat evaluasi, dan menggunakan hasil evaluasi. Oleh sebab itu, model ini menekankan pada pendekatan penilaian acuan patokan (criterion-referenced assessment).

5.     Educational System Evaluation Model (Daniel L.Stufflebeam, Michael Scriven, Robert E.Stake, dan Malcolm M.Provus)
Menurut model ini, evaluasi berarti membandingkan performance dari berbagai dimensi (tidak hanya dimensi hasil saja) dengan sejumlah criterion, baik yang bersifat mutlak/intern maupun relative/ekstern. Objek evaluasi model ini diambil dari beberapa model, yaitu:
a.      Model countenance dari Stake. Meliputi keadaan sebelum kegiatan berlangsung (antecedents), kegiatan yang terjadi dan saling mempengaruhi (transactions), hasil yang diperoleh (outcomes)
b.     Model CIPP dan CDPP dari Stufflebeam. CIPP yaitu Context, Input, Process dan Product. CDPP yaitu Context, Design, Process dan Product
c.      Model Scriven. Meliputi instrumental evaluation dan consequential evaluation
d.     Model Provus. Meliputi design, operation program, interim product, dan terminal product
e.      Model EPIC (Evaluative Innovative Curriculum) yang mengevaluasi perilaku, pembelajaran dan institusi
f.      Model CEMREL (Central Midwestern Regional Educational Laboratory). Dikembangkan oleh Howard Russell dan Louis Smith dengan penekanan pada tiga segi, yaitu (1) fokus evaluasi yang menekankan pada peserta didik, mediator dan material (2) peranan evaluasi adalah untuk evaluasi kegiatan yang sedang berjalan dan evaluasi pada akhir kegiatan (3) data evaluasi bersumber dari pengukuran skala, jawaban angket dan observasi
g.     Model Atkinson. Tiga dominan tujuan, yaitu struktur, proses dan produk.

6.     Model Alkin
Dikembangkan oleh Malvin Alkin (1969), evaluasi adalah suatu proses untuk meyakinkan keputusan, mengumpulkan informasi, memilih informasi yang tepat, dan menganalisis informasi sehingga dapat disusun laporan bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternative. Menurut Alkin terdapat lima jenis evaluasi, yaitu:
a.      Sistem Assessment, untuk memberikan informasi tentang keadaan atau posisi dari suatu sistem
b.     Program planning, untuk membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program
c.      Program Implementation, untuk menyiapkan informasi apakah suatu program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat sebagaimana yang direncanakan
d.     Program Improvement, memberikan informasi tentang bagaimana suatu program dapat berfungsi, apakah sesuai dengan pencapaian tujuan? apakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul secara tiba-tiba?
e.      Program Certification, memberikan informasi tentang nilai atau manfaat suatu program.
7.     Model Brinkerhoff
Robert O.Brinkerhoff (1987) mengemukakan ada tiga jenis evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, yaitu:
a.      Fixed vs Emergent Evaluation Design
Desain evaluasi ini dikembangkan berdasarkan tujuan program, kemudian disusun pertanyaan-pertanyaan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperoleh dari sumber-sumber tertentu. Selama proses evaluasi, seorang evaluator harus tetap menjalin komunikasi yang kontinu dengan audiensi, sehingga data dan informasi yang dikumpulkan tidak terputus dan tetap utuh. Dengan demikian, desain akan terus berkembang dan berubah sesuai situasi dan kondisi di lapangan
b.     Formative vs Sumative Evaluation
Untuk dapat memahami kedua jenis evluasi ini dapat dilihat dari fungsinya. Evaluasi formatif berfungsi untuk memperbaiki kurikulum dan pembelajaran, sedangkan evaluasi sumatif berfungsi untuk melihat kemanfaatan kurikulum dan pembelajaran secarah menyeluruh
c.      Desain Eksperimental dan Desain Quasi Eksperimental vs Natural Inquiry
Desain eksperimental banyak menggunakan pendekatan kuantitatif, random sampling, memberikan perlakuan,dan mengukur dampak. Tujuan adalah untuk menilai manfaat hasil percobaan program pembelajaran. Untuk itu, perlu dilakukan manipulasi terhadap lingkungan dan pemilihan strategi yang dianggap pantas. Dalam desain evaluasi natural-inkuiri, evaluator banyak menghabiskan waktu untuk melakukan pengamatan dan wawancara dengan orang-orang yang terlibat.
8.     Illuminative Model (Malcolm Parlett dan Hamilton)
Tujuan evaluasi adalah untuk mempelajari secara cermat dan hati-hati terhadap pelaksanaan sistem pembelajaran,faktor-faktor yang mempengaruhinya, kelebihan dan kekurangan sistem, pengaruh sistem terhadap pengalaman belajar peserta didik. Fungsi evaluasi adalah sebagai input untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka penyesuaian dan penyempurnaan sistem pembelajaran yang sedang dikembangkan. Cara-cara yang digunakan tidak bersifat standar, tetapi bersifat fleksibel dan selektif.

9.     Model Responsif
Evaluasi tidak diartikan sebagai pengukuran melainkan pemberian makna atau melukiskan sebuah realitas dari berbagai perspektif orang-orang yang terlibat, berminat, dan berkepentingan dengan program pembelajaran. Tujuan evaluasi adalah untuk memahami semua komponen program pembelajaran melalui berbagai sudut pandang yang berbeda. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, maka model ini kurang percaya terhadap hal-hal yang bersifat kuantitatif. Kelebihan model ini adalah peka terhadap berbagai pandangan dan kemampuannya mengakomodasi pendapat yang ambigius serta tidak fokus. Sedangkan kekurangannyayaitu pembuat keputusan sulit menentukan prioritas atau penyederhanaan informasi, tidak mungkin menampung semua sudut pandang dari berbagai kelompok, serta membutuhkan waktu dan tenaga. Evaluator harus dapat beradaptasi dengan lingkungan yang diamati.
Model-model evaluasi yang telah dipaparkan diatas dapat digunakan dalam proses pembelajaran dengan tergantung pada tujuan evaluasi yang ditetapkan. Keberhasilan suatu evaluasi pembelajaran secara keseluruhan dipengaruhi oleh penggunaan yang tepat pada sebuah model evaluasi, serta dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: tujuan pembelajaran, sistem sekolah dan pembinaan guru.

C.    Pendekatan Evaluasi
Pendekatan merupakan sudut pandang seseorang dalam mempelajari sesuatu. Pendekatan evaluasi merupakan sudut pandang seseorang dalam menelaah atau mempelajari evaluasi. Dilihat dari komponen pembelajaran, pendekatan evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu pendekatan tradisional dan pendekatan sistem. Dilihat dari penafsiran hasil evaluasi, pendekatan evaluasi juga dibagi menjadi dua, yaitu criterion-referenced evaluation dan norm-referenced evaluation.
Gambar 1.2 Pendekatan Evaluasi Pembelajaran

1.     Pendekatan Tradisional
Pendekatan ini berorientasi pada praktik evaluasi yang telah berjalan selama ini di sekolah yang ditujukan hanya kepada perkembangan aspek intelektual peserta didik. Kegiatan-kegiatan evaluasi difokuskan pada komponen produk saja, sementara komponen proses cenderung diabaikan. Spencer mengemukakan bahwa sejumlah isi pendidikan yang dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk merumuskan tujuan pendidikan secara kompeherensif dan pada gilirannya menjadi acuan dalam membuat perencanaan evaluasi. Namun, tidak sedikit guru mengalami kesulitan untuk mengembangkan sistem evaluasi di sekolah karena bertentangan dengan tradisi yang selama ini sudah berjalan. Oleh sebab itu, sebaiknya kebijakan evaluasi lebih menekankan pada target kualitas, yaitu kepentingan dan kebermaknaan pendidikan bagi anak.
2.     Pendekatan Sistem
Sistem adalah totalitas dari berbagai komponen yang saling berhubungan dan ketergantungan. Pendekatan ini memfokuskan kepada komponen evaluasi yang meliputi komponen kebutuhan dan feasibility, komponen input, komponen proses dan komponen produk (CIPP) yang menjadi landasan perimbangan dalam evaluasi pembelajaran secara sistematis. Dalam literature modern tentang evaluasi, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan untuk menafsirkan hasil evaluasi, yaitu penilaian acuan patokan (criterion-referenced evaluation) dan penilaian acuan norma (nor-referenced evaluation).
a.      Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Pendekatan ini sering juga disebut penilaian norma absolut. Jika menggunakan pendekatan ini, guru harus membandingkan hasil yang diperoleh peserta didik dengan sebuah patokan atau kriteria yang secara absolut atau mutlak telah ditetapkan oleh guru. Pendekatan ini cocok digunakan dalam evaluasi formatif yang berfungsi untuk perbaikan proses pembelajaran. PAP dapat menggambarkan prestasi belajar peserta didik secara objektif apabila alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang standar.
b.     Penilaian Acuan Norma (PAN)
Pendekatan ini membandingkan skor setiap peserta didik dengan teman satu kelasnya. Makna nilai dalam bentuk nilai maupun kualifikasi memiliki sifat relatif. Artinya, jika pedoman konversi skor sudah disusun untuk suatu kelompok, maka pedoman itu hanya berlaku untuk kelomnpok itu saja dan tidak berlaku untuk kelompok yang lain, karena distribusi skor peserta didik sudah berbeda.




BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Evaluasi merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik menggunakan alat ukur atau instrument dalam bentuk tes dan non tes. Adapun karakteristik instrumen evaluasi yang baik adalah valid, reliabel, relevan, representatif, praktis, deskriminatif, spesifik dan proporsional. Selanjutnya, ciri-ciri evaluasi yang baik adalah evaluasi dan hasil langsung, evaluasi dan transfer, dan evaluasi langsung dari proses belajar.
Dalam studi tentang evaluasi, terdapat 9 model evaluasi dengan format atau sistematika yang berbeda, yairu: Model Tyler, Model yang Berorientasi pada Tujuan, Model Pengukuran, Model Kesesuaian, Educational System Evaluation Model, Model Alkin, Model Brinkerhoff, Illuminative Model dan Model Responsif. Keberhasilan evaluasi pembelajaran secara keseluruhan dipengaruhi oleh penggunaan yang tepat pada sebuah model evaluasi, serta dipengaruhi oleh tujuan pembelajaran, sistem sekolah dan pembinaan guru.
Pendekatan evaluasi merupakan sudut pandang seseorang dalam menelaah atau mempelajari evaluasi. Dilihat dari komponen pembelajaran, pendekatan evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu pendekatan tradisional dan pendekatan sistem. Dilihat dari penafsiran hasil evaluasi, pendekatan evaluasi juga dibagi menjadi dua, yaitu criterion-referenced evaluation dan norm-referenced evaluation.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2014. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar