PANDUAN BERINTERAKSI DENGAN BAYI
Menurut Vukelich,Christie dan Enz
(2002). Para ahli neuroscience (ilmu
yang mempelajari system syaraf) setuju bahwa kecakapan Bahasa pada anak
tergantung pada kualitas Bahasa yang diterima. Menyertakan bayi untuk saling bertukar
peran seperti di dalam percakapan membentuk pola di masa depan, percakapan yang
lebih kompleks dan membantu anaka membangun jaringan yang netral di dalam otak
yang berkonstribusi pada kompetensi Bahasa.
Terdapat
empat pola interaksi dengan bayi, antara lain:
1. Kontak
mata dan berbagai rujukan yang sama
Melalui
kontak mata dan berbagai rujukan, guru menyertakan bayi dalam komunikasi
mengenai peristiwa atau objek. Di dalam membangun kontak mata, guru perlu
memposisikan diri mereka sehingga bayi bisa melihat wajah gurunya ketika
berbicara. Ini berarti guru berada dalam satu posisi berikut :
a. Duduk
di lantai dengan lutut ditekuk dan bayi duduk bersandar ke lutut yang ditekuk.
b. Berbaring
di lantai (menyamping atau tengkurap dengan bayi di dekatnya.
c. Duduk
di lantai dengan bayi ( 9 bulan) duduk di kursi kecil atau bantal. (Weitzman
& Greenberg, 2002)
2. Perputaran
komunikasi
Pemilihan waktu untuk interaksi bayi
merupakan hal yang sangat penting. Ini merupakan “kunci untuk membantu bayi
melihat hubungan antara nama bahasa dan benda yang mereka maksudkan (rujukan)”.
(Fowler, 1990, h.26). Pengamatan guru pada respon bayi terhadap interaksi
merupakan hal yang sangat penting pula. “ Manolson (1992) merekomendasikan guru
“mengamati, menunggu, dan mendengarkan”( h.12) ketika berinteraksi dengan bayi.
Dengan pengamatan yang dekat dengan fokus perhatian dan ekspresi wajah anak,
guru akan mampu menginterprestasikan dan memahami keinginan dan perasaan anak
dengan lebih baik. Ketika guru menunggu beberapa saat sebelum merespon, itu
memberikan kesempatan bagi anak untuk mengekspresikan kebutuhan dan
keinginannya.
3. Pembicaraan
orang dewasa ke anak
Ketika bercakap – cakap dengan bayi,
penting untuk menggunakan ujaran yang ekspresif dan beragam secara intonasi,
karena itu akan semakin menarik perhatian anak. Ujaran orang dewasa yang secara
sintaksis lebih sederhana lebih dimengerti oleh bayi. Kata atau frase yang di
ulang – ulang akan meningkatkan pemahaman bayi. Guru juga harus menggunakan
konsep nama yang konsisten dibanding menyebut seekor kucing di satu waktu dan menyebut kitty di lain waktu. (Fowler, 1990)
4. Pemetaan
Verbal
Hal
ini terjadi ketika guru berbicara kepada bayi mengenai apa yang akan terjadi,
apa yang sedang terjadi, atau apa yang telah terjadi. Pemetaan verbal ini
digunakan ketika anak tengah memperhatiakan. Melalui pemetaan verbal, akan
memperluas bahasa reseptif bayi dengan menarik perhatian pada percakapan guru
dan kejadian atau peristiwa yang sedang terjadi. Penting bagi guru untuk peka
terhadap masing masing respon masing – masing anak terhadap pemetaan. Tangisan
dan panggilan bayi harus direpon dengan cepat. Bayi membutuhkan jaminan untuk
tahu bahwa kebutuhan fisik dan emosional akan dipenuhi oleh gurunya. Rasa aman
ini membangun hubungan saling percaya antara bayi dan gurunya dan memberikan
dasar untuk kepribadian positif dan perkembangan sosial yang esensial.
(Wortham,1993)
PANDUAN
UMUM UNTUK PENGATURAN KELAS BAYI
Kelas
bayi harus ceria dan memiliki beragam gambar warna – warni mengenai benda-benda
yang familiar, hewan – hewan yang bersahabat, dan wajah – wajah orang yang
ditampilkan untuk anak –anak. Pengaturan ruangan harus “kaya di dalam sensorik
– motorik dan pengalaman sosial”. (Weiser, 1991, h. 21. Mainan harus berfokus
pada kebutuhan sensorik – motorik bayi. Misalnya, lonceng, bola, bongkar
pasang, lego,dan sebagainya. Mainan tersebut harus aman untuk dipegang, digigit
dan dimainkan oleh anak. Buku – buku harus berlapis tebal atau berlapis
plastik, serta memiliki warna yang cerah untuk objek yang familiar. Beragam
musik dimainkan untuk memperluas pengetahuan mendengar melalui eksplorasi
ritme, nada dan bunyi musik.
KURIKULUM
BAYI
Tiga tipe kegiatan yang mendominasi
kurikulum di kelas bayi yang tepat secara pengembangan: kegiatan eksploratori,
kegiatan teacher-mediated dan
kegiatan rutin.
Kegiatan Eksploratori
Focus pada kegiatan eksploratori pada
bayi yaitu mendorong anak untuk ikut serta secara sukarela di dalam kegiatan
sensorik-motorik. Kegiatan ini didaasarkan pada tanggapan pancaindra, termasuk
didalamnya penglihatan, suara, perasa, sentuhan, dan penciuman. Menurut piaget
(Brainerd, 1978) bayi berkembang secara kognitif melalui indranya dan
pengalamanya dalam bergerak sembari berinteraksi dengan beragam situasi.
Kegiatan berbasis boks
bayi.
Bayi didalam pengasuhan menghabiskan
beberapa waktu setiap hari di dalam boks bayi. Masa di dalam boks harus
didampingi dengan kesempatan untuk mengeksplorasi beragam benda. Mainan yang
dapat bergerak atau mainan yang menarik secara visual dana man sangat cocok
untuk kegiatan-kegiatan dalam boks bayi. Mainan
yang digantung,Mainan yang di gantung untuk boks bayi menarik secara
visual, dengan benda-benda yang bergerak dan warna yang kontras. Crib activity centers. Menyediakan
beragam yang merangsang visual, indera peraba, dan penerimaan pendengaran.
Kegiatan-kegiatan
eksploratori berbasis ruangan.
Ketika bayi bisa duduk sendiri dan
berpindah-pindah dengan mengeser badannya atau merangkak, kegiatan eksploratori
yang lebih tepat yakni yang berbasis ruangan. Kegiatan ini meningkatkan daya
pemahaman bayi. Bola dan mainan
dorong-tarik,Mainan yang bergerak ketika dipegang atau ditarik mendorong
bayi untuk bergerak dan mendorong mainan tersebut. Mainan ini juga mendorong
anak untuk menggunakan tangannya untuk menggerakkan mainannya. Ini membantu
anak untuk belajar hubungan sebab-akibat dan mengenali untuk menggulang
kegiatan untuk menghasilkan hasil yang sama. Musik,Selama masa eksploratori daya pemahaman pendengaran anak bisa
dirangsang dengan memainkan beragam music, menggunakan music instrumental atau
music vocal selama kegiatan eksploratori berguna bagi bayi yang lebih dewasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar