BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kualitas pendidikan nasional masih memprihatinkan
dibandingkan negara-negara Asia bahkan Asia Tenggara. Perbaikan sistem
pendidikan nasional sangat diperlukan agar kualitas pendidikan meningkat. Hasil
survey yang telah dilakukan oleh The Political and Economic Risk Consultancy
(2001), menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat 12 dari 12
negara, tepat di bawah Vietnam. Pada tahun 2004, UNDP juga telah mengeluarkan
laporannya tentang kondisi HDI (Human Development Indeks) di Indonesia.
Dalam laporan tersebut, HDI Indonesia berada pada urutan ke 111 dari 175
negara. Posisi ini masih jauh dari Negara-negara tetangga kita, seperti Malaysia
yang menempati urutan ke-59, Thailand yang menempati urutan ke 76 dan
Philipina yang menempati urutan ke-83. Untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia
hanya menempati satu peringkat di atas Vietnam. Hal ini menunjukkan betapa
kualitas pendidikan nasional kita sangat memprihatinkan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan adalah dengan meningkatkan profesionalitas guru. Peningkatan
profesionalitas guru ditandai dengan peningkatan kompetensi yang harus dimiliki
oleh guru yakni kompetensi pedagogik yang berkaitan dengan pengelolaan peserta
didik, kompetensi sosial yang berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi,
kompetensi personal yang berkaitan dengan kemampuan guru untuk memiliki
kepribadian yang arif, dan kompetensi profesional yang berkaitan dengan kemampuan
guru untuk menguasai pengetahuan dan peningkatan kualitas pembelajaran. Salah
satu cara yang dapat ditempuh dalam peningkatan kualitas pembelajaran adalah
dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas.
Melalui penelitian tindakan kelas, pembelajaran yang
dihadirkan oleh guru akan menjadi lebih efektif. Penelitian tindakan kelas juga
merupakan suatu kebutuhan guru untuk meningkatkan profesionalitasnya. Hal
tersebut dikarenakan Penelitian tindakan kelas sangat kondusif untuk membuat guru
menjadi peka dan tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya. Guru
menjadi reflektif dan kritis terhadap apa yang guru dan siswa lakukan. Selain
itu, penelitian tindakan kelas meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional
guru tidak lagi sebagai seorang praktisi yang sudah merasa puas terhadap apa
yang dikerjakannya selama bertahun-tahun tanpa ada upaya perbaikan dan inovasi,
namun dia bisa menempatkan dirinya sebagai peneliti di bidangnya.
Guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui
suatu pengkajian yang terdalam terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Dan
penelitian tindakan kelas tidak mengganggu tugas pokok seorang guru karena dia
tidak perlu meninggalkan kelasnya. Pemerintah untuk tahun 2007 telah
memprogramkan peningkatan profesionalitas guru dengan menyediakan dana block
grant yang salah satunya adalah untuk melaksanakan penelitian tindakan
kelas oleh guru. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis akan menjelaskan
tentang penelitian tindakan kelas.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
konsep dasar Penelitian Tindakan Kelas (PTK)?
2. Bagaimana
model-model dalam
Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) ?
3. Bagaimana
analisis data pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK)?
C. Tujuan
1. Mengetahui
konsep dasar Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
2. Mengetahui
model-model dalam
Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
3. Mengetahui
cara menganalisis data pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Dasar Penelitian Tindakan Kelas
Ada banyak persoalan
yang dihadapi guru pada waktu ia berdiri di depan kelas. Berbagai solusi atau
cara penyelesaian masalah juga sudah banyak dibahas dalam berbagai telaah
penelitian akademik, baik dalam laporan penelitian berbentut artikel atau pada
jenjang skripsi, tesis bahkan disertasi. Banyak permasalahan yang terjadi di
dalam kelas terutama permasalahan yang menimpa murid seperti dalam sebuah kelas
terdapat murid yang tidak bisa mata pelajaran matematika tentang bilangan
ganjil dan bilangan genap dari beberapa murid tersebut tidak memahami konsep
pembelajran itu. Sebagai seorang guru wajib memberikan sebuah solusi bagaimana
penyelesaian permasalahan dalam kelas tersebut.
Menurut Rapoport (1970, dalam Hopkins, 1993) mengartikan
penelitian tindakan kelas yaitu untuk membantu mengatasi secara praktis
persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat membantu pencapian tujuan ilmu
sosial dengan kerjasama dalam dalam kerangka etika yang disepakati. Penelitian
kelas oleh guru dapat merupakan kegiatan reflektif dalam berpikir dan bertindak
dari guru. Dewey (1933) mengartikan
berpikir reflektif dalam pengalaman pendidikan sebagai selalu aktif , ulet dan
selalu mempertimbangkan segala bentuk keyakinan adanya alasan-alasan yang
mendukung dan memikirkan kesimpulan dan akibat-akibatnya kemana pengetahuan itu
akan membawa peserta didik.
Upaya peningkatan kualitas
pendidikan merupakan salah satu fokus di dalam pembangunan pendidikan Indonesia
dewasa ini. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan penelitian
pendidikan yang dilakukan oleh guru melalui penelitian tindakan kelas. Hal
tersebut berdasarkan atas alasan-alasan antara lain sebagai berikut.
1.
Dengan penelitian tindakan kelas,
maka para guru turut terlibat langsung dalam memecahkan dan menghayati
permasalahannya yang hanya dapat dipecahkan melalui sebuah penelitian dalam
kelasnya.
2.
Hasil- hasil PTK dapat secara
langsung dipakai dan diterapkan oleh para guru dalam kegiatan pembelajarannya.
3.
melalui kegiatan PTK di sekolah,
dapat memicu perubahan perilaku termasuk tindakan guru dalam mengelola pembelajarannya.
4.
PTK dapat memberikan pengetahuan dan
pengalaman baru yang dibangun sendiri oleh para guru sebagai pelaku tindakan
penelitian, sehingga mereka mampu melakukan pengembangan profesi dirinya
melalui hasil karya tulis ilmiah.
Dalam literatur berbahasa Inggris,
Peneltian Tindakan Kelas (PTK) disebut dengan Classroom Action Research. Saat ini penelitian tindakan kelas
sedang berkembang secara pesat di negara-negara maju seperti Inggris, Amerika,
Australia, dan Canada. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah
suatu kegiatan penelitian yang berkonteks kelas yang dilaksanakan untuk
memecahkan masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi oleh guru, memperbaiki
mutu dan hasil pembelajaran dan mencobakan hal-hal baru dalam pembelajaran demi
peningkatan mutu dan hasil pembelajaran.
PTK merupakan kegiatan
penelitian yang dapat dilakukan secara individu maupun kolaboratif. PTK
individual merupakan penelitian dimana seorang guru melakukan penelitian di
kelasnya maupun kelas guru lain.Para ahli penelitian pendidikan
sangat menaruh perhatian terhadap jenis penelitian ini. Hal ini disebabkan
adanya kecenderungan baru dalam upaya-upaya pendekatan dan pemanfaatan prosedur
baru yang lebih menjanjikan dalam penggunaan PTK yang mempunyai dampak langsung
dalam bentuk perbaikan dan peningkatan profesionalisme guru dalam mengelola
proses belajar-mengajar di kelas.
PTK juga dapat dipakai sebagai
implementasi berbagai program yang ada di sekolah, dengan mengkaji berbagai
indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang terjadi pada siswa
atau keberhasilan proses dan hasil implementasi berbagai program sekolah.
Dengan kata lain, melalui PTK para guru dan pendidik langsung memperoleh teori yang
dibangunnya sendiri, bukan yang diberikan oleh orang lain. Dalam hal ini guru
menjadi the theorizing practioner.
Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
merupakan bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang
dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka
dalam melaksanakan tugas, memperdalam terhadap pemahaman tindakan-tindakan yang
dilakukannya, serta memperbaiki kondisi di mana praktek -praktek pembelajaran
tersebut dilakukan.
1.
Proses dalam Penelitian Tindakan
Kelas
Merencanakan
Melakukan Tindakan
Mengamati
Merefleksi
Setelah dilakukan refleksi atau
perenungan yang mencakup analisis, sintesis dan penilaian terhadap hasil
pengamatan terhadap proses serta hasil tindakan, biasanya muncul permasalahan
atau pemikiran baru yang perlu mendapat perhatian. Pengamatan dilakukan oleh
seorang atau beberapa pengamat yang diambil dari guru lain sebagai mitra kerja
di sekolah yang bersangkutan. Bersama guru pelaku tindakan, pengamat melakukan
refleksi setelah proses kegiatan belajar-mengajar selesai.
Pada giliran berikutnya, setelah muncul
permasalahan atau pemikiran baru perlu dilakukan perencanaan ulang, tindakan
ulang dan pengamatan ulang, serta diikuti pula dengan refleksi ulang.
Demikianlah tahap-tahap kegiatan ini terus berulang, sampai suatu permasalahan
yang sedang dipecahkan dianggap teratasi. Untuk kemudian (biasanya) diikuti
oleh kemunculan permasalahan lain yang juga harus diperlukan kegiatan serupa.
Keempat fase dari suatu siklus dalam sebuah penelitian tindakan kelas biasanya
digambarkan dengan sebuah spiral PTK.
2. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Berdasarkan apa yang telah
dikemukakan di atas, maka dapat dicermati karakteristik penelitian tindakan
kelas. Karakteristik PTK berbeda dari karakteristik penelitian formal. Dalam
penelitian tindakan kelas akan terdapat unsur: (a) an inquiry on practice from within, (b) a collaborative effort
between school teachers and teacher educators, dan (c) a reflective practice
made public. (a). An inquiry on Practice from Within.
Karakteristik pertama dari PTK adalah bahwa
kegiatan tersebut dipicu oleh permasalahan praktis yang dihayati dalam
pelaksanaan tugas sehari-hari oleh guru sebagai pengelola program pembelajaran
di kelas atau sebagai jajaran staf pengajar di suatu sekolah. Dengan kata lain,
PTK itu bersifat practice driven dan action driven, dalam arti bahwa PTK
bertujuan bertujuan memperbaiki praksis secara langsung di sini, sekarang
sehingga dinamakan juga penelitian praktis (practical inquiry). Ini berarti
bahwa PTK itu memusatkan perhatian pada permasalahan yang bersifat khusus
kontekstual sehingga tidak terlalu menghiraukan kerepresentatifan sample
(berbeda dengan penelitian formal). Selanjutnya bahwa tujuan PTK bukan untuk
menemukan pengetahuan baru yang dapat diberlakukan secara meluas
(generalizable).
PTK oleh Bandi Delphie kental dengan
wacana kajian eksperimental. Sedangkan penyebarluasan laporaannya dilakukan
sebagai bagian dari interaksi serta serta tilik kesejawatan (peer review) yang
kondusif bagi petumbuhan profesional. Dengan kata lain, PTK adalah suatu
reflecive practice made public. Dalam hubungan ini, guru yang berkolaborasi
dalam PTK harus mengemban peran ganda sebagai prkatisi(dalam pelaksanaan penuh
keseharian tugas-tugasnya), juga sekaligus secara sistematis meneliti
praksisnya sendiri. Sebagaimana telah diisyaratkan sebelumnya, apabila
terlaksana dengan baik, maka kegiatan kerja sama ini akan memberi urunan nyata
bagi terbentuknya kultur meneliti di kalangan guru.
Hal ini merupakan suatu langkah
strategis dalam profesionalisasi jabatan guru. Ini juga berarti bahwa pelecehan
profesi dalam bentuk penyediaan jasa borongan untuk membuatkan angka kredit
dalam rangka proses kenaikan pangkat fungsional guru (pengembangan profesi
guru) yang banyak terjadi dewasa ini akan dapat diakhiri untuk
selama-lamanya. Prinsip-Prinsip
Penelitian Tindakan Kelas Menurut Hopkins (1993:57 ada enam prinsip penelitian
tindakan kelas, sebagai berikut.Pekerjaan utama guru adalah mengajar, dan
apapun kegiatan penelitian yang diterapkan melalui tindakan kelas ini,
seyogianya tidak berdampak mengganggu komitmennya sebagai pengajar.
Ada tiga catatan yang dapat
dikemukakan berkenaan dengan prinsip yang pertama ini. Pertama, dalam
mencobakan suatu tindakan pembelajaran yang baru, selalu ada kemungkinan bahwa
setidak-tidaknya pada awalnya hasilnya kurang dari yang dikehendaki, bahkan
mungkin kurang dari yang telah diperoleh saat melakukan cara lama karena
bagaimanapun tindakan perbaikan ini masih pada taraf percobaan. Guru harus
menggunakan pertimbangan serta rasa tanggung jawab profesionalnya dalam
menimbang-nimbang ‖jalan ke luar‖ yang akan ditempuhnya dalam upaya memberikan
yang terbaik bagi siswanya.
Kedua, iterasi dari siklus tindakan
juga dilakukan dengan mempertimbangkan keterlaksanaan kurikulum secara PTK oleh
Bandi Delphie keseluruhan, khususnya dari segi pembentukan pemahaman yang
mendalam dengan ditandai oleh adanya kemampuan menerapkan pengetahuan yang dipelajari melalui analitis, sintetis dan
evaluasi informasi, bukan terbatas dari segi ‖terkabarkannya‖ GBPP kepada siswa
dalam kurun waktu yang telah dipatok (deep
understanding versusu comment coverage).
Ketiga, penetapan siklus tindakan
dalam PTK mengacu kepada penguasaan yang ditargetkan pada tahap perencanaan,
dan sama sekali tidak mengacu kepada kejenuhan informasi (saturation of information) sebagaimana yang lazim dipedomani dalam
proses iteratif pengumpulan data penelitian kualitatif.
Prinsip Kedua, Metode pengumpulan
data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga
berpeluang mengganggu proses pembelajaran. Dengan kata lain, sejauh mungkin
harus digunakan prosedur pengumpulan data yang dapat ditangani sendiri oleh
guru sementara ia tetap aktif berfungsi sebagai guru yang bertugas mengajar secara
penuh. Sebagai contoh, penggunaan tape recorder memang akan menghasilkan
rekaman yang lengkap dibandingkan dengan perekaman manual, namun peningkatan
waktu yang diperlukan untuk mencermati data melalui pemutaran ulang mungkin
akan terasa berlebihan.Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknik-teknik
perekaman data yang cukup sederhana namun dapat menghasilkan informasi yang
cukup signifikan serta dapat dipercaya.
Prinsip yang ketiga, sebagai prinsip
yang mungkin paling terbuka untuk diperdebatkan. Prinsip ketiga adalah bahwa
metologi yang dipergunakan harus cukup fleksibel sehingga memungkinkan guru
dapat mengidentifikasikan serta merumuskan hipotesis secara cukup meyakinkan,
dapat mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta
dapat memperoleh data yang dapat digunakan untuk menjawab hipotesis yang
dikemukakannya. Oleh karena itu, meskipun pada dasarnya terpaksa memperbolehkan
kelonggarankelonggaran‖, namun penerapan asas-asas dasar telaah taat kaidah
tetap harus dipertahankan.
Prinsip keempat, masalah penelitian
yang diusahakan guru seharusnya merupakan masalah yang cukup merisaukannya, dan
bertolak dari tanggungjawab PTK oleh Bandi Delphie profesionalnya, sebagai Guru
yang juga memiliki komitmen terhadap atasannya. Selain itu, komitmen ini juga
diperlukan sebagai motivator intrinsik bagi guru untuk bertahan dalam
pelaksanaan kegiatan yang secara nyata
menuntut lebihdari yang sebelumnya diperlukan dalam rangka pelaksanaan
tugas-tugas mengajarnya secara rutin.
Dengan kata lain, pendorong utama
pelaksanaan PTK adalah komitmen profesional untuk memberikan layanan yang
terbaik terhadap siswanya. Dilihat dari sudut pendang ini, desakan untuk
sekedar mengabarkan pokok bahasan sesuai dengan GBPP dapat dan perlu ditolak
karena alasan profesional yang dimaksud. Prinsip kelima, dalam menyelenggarakan
PTK guruharus selalu bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap
prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Hal ini penting ditekankan karena
selain melibatkan anak-anak manusia, PTK juga hadir dalam suatu konteks
organisasional sehingga penyelenggaraannya harus mengindahkan tata krama
kehidupan berorganisasi. Artinya, prakarsa PTK harus diketahui oleh pimpinn
lembaga, disosialisasikan kepada rekan-rekan dalam lembaga kancah, dilakukan
sesuai dengan kaidah-kaidah kajian ilmiah serta dilaporkan hasilnya sesuai
dengan tata krama penyusunan karya tulis akademik, di samping tetap
mengedepankan kemasalahan subyek didik.
Prinsip keenam, Meskipun mata
pelajaran dan kelas merupakan cakupan tanggung jawab guru, namun dalam
pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan classroom exceeding perspective dari arti bahwa permasalahan tidak
dilihat terbatas dalam konteks kelas dan/ atau mata pelajaran tertentu,
melainkan dalam perspektif misi sekolah secara keseluruhan. Perspektif yang
lebih luas ini akan lebih terasa urgensinya bila PTK dilakukan lebih dari
seorang pelaku tindakan (dua atau lebih guru
B.
Model-Model
Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan
(termasuk PTK) dilakukan dalam suatu siklus (putaran) tertentu. Setiap siklus
terdiri dari sejumlah langkah yang harus dikerjakan peneliti. Ada beberapa
model rancangan yang dikemukakan para pakar. Pada kesempatan ini dikemukakan
tiga model di antaranya, yaitu
1. Model Lewin yang ditafsirkan oleh Kemmis
GAGASAN AWAL
RECONAINNAISSANCE
Rencana Umum
|
Langkah 1
|
Langkah 2
|
Langkah
dst.
|
Implementasi Langkah 1
|
Evaluasi
|
Perbaikan Rencana
|
Langkah 2
|
Model
ini menggambarkan sebuah spiral dari beberapa siklus kegiatan. Dari siklus
dasar yang pertama inilah, apabila peneliti menilai adanya kesalahan atau
kekurangan daat memperbaiki atau memodifikasi dengan mengembangknanya dalam spiral keperencanaan langkah tindakan
kedua. Apabila implementasinya kemudian dievaluasi masih terdapat kesalahan
atau kekurangan, masih bisa diperbaiki atau dimodifikasi, yakni kemudian secara
spiral dilanjutkan dengan perencanaan tindakan ketiga, dan seterusnya. Siklus
dalam spiral ini baru berhenti apabila tindakan substantif yang dilakukan oleh
penyaji sudah dievaluasi dengan baik, yaitu penyaji yang mungkin peneliti
sendiri atau mitra guru sudah menguasai ketermapilan mengajar yang dicobakan
dalam penelitian tersebut. Bagi peneliti pengamat atau observer, siklus
dihentikan apabila data yang dikumpulkan untuk penelitian sudah jenuh, atau
kondisi kelas sudah stabil.
Penafsiran
yang diberikan oleh Kemmnis meliputi hal-hal berikut :
a.
Penyusunan gagasan atau rencana umum dapat dilakukan
jauh sebelumnya
b.
Reconnaissance bukan hanya kegiatan menemukan fakta
dilapangan akan tetapi juga mencakup analisis, dan terus berlanjut pada siklus
berikutnya.
c.
Implementasi tindakan bukan pekerjaan yang mudah,
karenanya jangan langsung dievaluasi melainkan dimonitor dahulu sampai langkah
implementasi dialakukan seoptimal mungkin.
2. Model Kemmis dan Taggart
Model yang dikemukakan Kemmis & Taggart merupakan pengembangan lebih
lanjut dari model Kurt Lewin. Secara mendasar tidak ada perbedaan yang prinsip
antara keduanya. Model ini banyak dipakai karena sederhana dan mudah dipahami.
Rancangan Kemmis & Taggart dapat mencakup
sejumlah siklus, masing-masing terdiri dari tahap-tahap: perencanaan (plan), pelaksanaan dan pengamatan (act & observe), dan refleksi (reflect). Tahapan-tahapan ini
berlangsung secara berulang-ulang, sampai tujuan penelitian tercapai.
Dituangkan dalam bentuk gambar,
rancangan Kemmis & McTaggart akan tampak sebagai berikut:
P
L
A
N
|
1
|
2
|
ACT & OBSERVE
|
REFLECT
|
3
|
R P
E L
V A
I N
S
E I
D
|
5
|
REFLECT
|
6
|
4
|
ACT & OBSERVE
|
R P
E L
V A
I N
S
E
II
D
|
7
|
ACT & OBSERVE
|
8
|
REFLECT
|
9
|
3. Model John Elliot
Seperti halnya model Kemmis & McTaggart, model John
Elliott juga merupakan pengembangan lebih lanjut dari model Lewin. Elliott
mencoba menggambarkan secara lebih rinci langkah demi langkah yang harus
dilakukan peneliti. Ide dasarnya sama, dimulai dari penemuan masalah kemudian
dirancang tindakan tertentu yang dianggap mampu memecahkan masalah tersebut,
kemudian diimplementasikan, dimonitor, dan selanjutnya dilakukan tindakan
berikutnya jika dianggap perlu. Berikut
ini adalah bagan model PTK versi John
Elliott :
Identifikasi
masalah
|
Memeriksa di lapangan (reconnaissance)
|
Perencanaan
Umum langkah Tindakan 1,2,3
|
Implementasi
langkah Tindakan
|
I
Observasi/ pengaruh
|
Penjelasan
Kegagalan tentang Implementasi
|
Revisi
Peren-canaan Umum
|
Perbaikan
Perencanaan Langkah Tindakan 1,2,3
|
Pelaksanaan Langkah / Tindakan selanjutnya
|
Observasi / Pengaruh
|
Penjelasan
Kegagalan dan efeknya
|
Revisi
Ide Umum
|
II
Perbaikan
Perencanaan Langkah 1,2,3
|
Observasi / Pengaruh
|
Implementasi
Langkah Berikutnya
|
Penjelasan
kegagalan pelak. & efeknya
|
C.
Analisis
Data Penelitian Tindakan Kelas
Menurut Sugiyono (2010:335) analisis
data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh
dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke unit-unit, melakukan
sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri
dan orang lain. Demikian juga dengan analisis data pada
PTK adalah analisis terhadap hasil kegiatan pembelajaran. Analisis dilakukan
untuk memperkirakan apakah semua aspek pembelajaran yang terlibat di dalamnya
sudah sesuai dengan kapasitas. (Aunurrahman, dkk. 2009 :9). Analisis data yang
dilakukan adalah:
1.
Mengumpulkan semua data
dari hasil pengamatan siklus I. Baik data kualitatif maupun data kuantitatif.
2.
Menganalisis data dengan
membuat tabulasi persentase yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
3.
Menguji keberhasilan
penelitian dengan cara membandingkan hasil pengolahan data dengan indikator
keberhasilan antara tes siklus I, dan siklus II.
Selain itu, peneliti juga menggunakan teknik
triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data. Di mana dalam
pengertiannya triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap
objek penelitian (Moloeng, 2004:330). Triangulasi dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik yang berbeda (Nasution, 2003:115) yaitu wawancara, observasi
dan dokumen.
Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek
kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya data. Menurut Nasution, selain
itu triangulasi juga dapat berguna untuk menyelidiki validitas tafsiran
peneliti terhadap data, karena itu triangulasi bersifat reflektif. Denzin
(dalam Moloeng, 2004), membedakan empat macam triangulasi diantaranya dengan
memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Pada penelitian
ini, dari keempat macam triangulasi tersebut, peneliti hanya menggunakan teknik
pemeriksaan dengan memanfaatkan sumber.
Sedangkan
menurut Glaser dan Strauss (1971: 105) mengemukakan empat langkah analisis data
untuk menghasilkan teori (grounded) yang
disebut constant comparative method, sebagai
berikut :
a.
Membandingkan kejadian-kejadian yang diaplikasikan
kepada setiap kategori
b.
Memasukkan kategori-kategori dan bagian-bagiannya
c.
Membatasi teori
d.
Menuliskan teori
BAB II
PENUTUP
A.
Simpulan
Penelitian indakan kelas merupakan salah satu upaya unrtuk meningkatkan
efisiensi dan kualitas pendidikan terutama proses dan hasil belajar siswa pada
level kelas. Selain meningkatkan kualitas pembelajaran, PTK juga berguna bagi
guru untuk menguji suatu teori pembelajaran, apakah sesuai dengan kondisi kelas
yang dihadapi atau tidak. Menggunakan PTK guru dapat memilih dan menerapkan
teori atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan kondisi kelasnya. Tujuan
PTK adalah memecahkan permasalahan pembelajaran yang muncul didalam kelas.
B. Saran
Penelitian tindakan
kelas merupakan suatu kebutuhan guru untuk meningkatkan profesionalitasnya. Guru
mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu pengkajian yang terdalam
terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Oleh karena itu disini guru harus bisa
mengkaji bagaimana keadaan dikelasnya supaya bisa meningkatkan mutu
pembelajaran kedepannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Wiriaatmadja,
Rochiati. 2010. Metode Penelitian
Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar