Jumat, 23 Desember 2016

MAKALAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kualitas pendidikan nasional masih memprihatinkan dibandingkan negara-negara Asia bahkan Asia Tenggara. Perbaikan sistem pendidikan nasional sangat diperlukan agar kualitas pendidikan meningkat. Hasil survey yang telah dilakukan oleh The Political and Economic Risk Consultancy (2001), menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat 12 dari 12 negara, tepat di bawah Vietnam. Pada tahun 2004, UNDP juga telah mengeluarkan laporannya tentang kondisi HDI (Human Development Indeks) di Indonesia. Dalam laporan tersebut, HDI Indonesia berada pada urutan ke 111 dari 175 negara. Posisi ini masih jauh dari Negara-negara tetangga kita, seperti Malaysia yang menempati urutan ke-59, Thailand yang menempati urutan ke 76 dan Philipina yang menempati urutan ke-83. Untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia hanya menempati satu peringkat di atas Vietnam. Hal ini menunjukkan betapa kualitas pendidikan nasional kita sangat memprihatinkan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan meningkatkan profesionalitas guru. Peningkatan profesionalitas guru ditandai dengan peningkatan kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yakni kompetensi pedagogik yang berkaitan dengan pengelolaan peserta didik, kompetensi sosial yang berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi, kompetensi personal yang berkaitan dengan kemampuan guru untuk memiliki kepribadian yang arif, dan kompetensi profesional yang berkaitan dengan kemampuan guru untuk menguasai pengetahuan dan peningkatan kualitas pembelajaran. Salah satu cara yang dapat ditempuh dalam peningkatan kualitas pembelajaran adalah dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas.
Melalui penelitian tindakan kelas, pembelajaran yang dihadirkan oleh guru akan menjadi lebih efektif. Penelitian tindakan kelas juga merupakan suatu kebutuhan guru untuk meningkatkan profesionalitasnya. Hal tersebut dikarenakan Penelitian tindakan kelas sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka dan tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya. Guru menjadi reflektif dan kritis terhadap apa yang guru dan siswa lakukan. Selain itu, penelitian tindakan kelas meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional guru tidak lagi sebagai seorang praktisi yang sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakannya selama bertahun-tahun tanpa ada upaya perbaikan dan inovasi, namun dia bisa menempatkan dirinya sebagai peneliti di bidangnya.
Guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu pengkajian yang terdalam terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Dan penelitian tindakan kelas tidak mengganggu tugas pokok seorang guru karena dia tidak perlu meninggalkan kelasnya. Pemerintah untuk tahun 2007 telah memprogramkan peningkatan profesionalitas guru dengan menyediakan dana block grant yang salah satunya adalah untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas oleh guru. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis akan menjelaskan tentang penelitian tindakan kelas.

B.      Rumusan Masalah
1.   Bagaimana konsep dasar Penelitian Tindakan Kelas (PTK)?
2.   Bagaimana model-model dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ?
3.   Bagaimana analisis data pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK)?

C.      Tujuan
1.   Mengetahui konsep dasar Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
2.   Mengetahui model-model dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
3.   Mengetahui cara menganalisis data pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Konsep Dasar Penelitian Tindakan Kelas
Ada banyak persoalan yang dihadapi guru pada waktu ia berdiri di depan kelas. Berbagai solusi atau cara penyelesaian masalah juga sudah banyak dibahas dalam berbagai telaah penelitian akademik, baik dalam laporan penelitian berbentut artikel atau pada jenjang skripsi, tesis bahkan disertasi. Banyak permasalahan yang terjadi di dalam kelas terutama permasalahan yang menimpa murid seperti dalam sebuah kelas terdapat murid yang tidak bisa mata pelajaran matematika tentang bilangan ganjil dan bilangan genap dari beberapa murid tersebut tidak memahami konsep pembelajran itu. Sebagai seorang guru wajib memberikan sebuah solusi bagaimana penyelesaian permasalahan dalam kelas tersebut.
Menurut Rapoport  (1970, dalam Hopkins, 1993) mengartikan penelitian tindakan kelas yaitu untuk membantu mengatasi secara praktis persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat membantu pencapian tujuan ilmu sosial dengan kerjasama dalam dalam kerangka etika yang disepakati. Penelitian kelas oleh guru dapat merupakan kegiatan reflektif dalam berpikir dan bertindak dari guru. Dewey (1933)  mengartikan berpikir reflektif dalam pengalaman pendidikan sebagai selalu aktif , ulet dan selalu mempertimbangkan segala bentuk keyakinan adanya alasan-alasan yang mendukung dan memikirkan kesimpulan dan akibat-akibatnya kemana pengetahuan itu akan membawa peserta didik.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu fokus di dalam pembangunan pendidikan Indonesia dewasa ini. Peningkatan kualitas pendidikan dapat  dilakukan dengan cara pemanfaatan penelitian pendidikan yang dilakukan oleh guru melalui penelitian tindakan kelas. Hal tersebut berdasarkan atas alasan-alasan antara lain sebagai berikut.
1.   Dengan penelitian tindakan kelas, maka para guru turut terlibat langsung dalam memecahkan dan menghayati permasalahannya yang hanya dapat dipecahkan melalui sebuah penelitian dalam kelasnya.
2.   Hasil- hasil PTK dapat secara langsung dipakai dan diterapkan oleh para guru dalam kegiatan pembelajarannya.
3.   melalui kegiatan PTK di sekolah, dapat memicu perubahan perilaku termasuk  tindakan guru dalam mengelola pembelajarannya.
4.   PTK dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman baru yang dibangun sendiri oleh para guru sebagai pelaku tindakan penelitian, sehingga mereka mampu melakukan pengembangan profesi dirinya melalui hasil karya tulis ilmiah.
Dalam literatur berbahasa Inggris, Peneltian Tindakan Kelas (PTK) disebut dengan Classroom Action Research. Saat ini penelitian tindakan kelas sedang berkembang secara pesat di negara-negara maju seperti Inggris, Amerika, Australia, dan Canada. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu kegiatan penelitian yang berkonteks kelas yang dilaksanakan untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi oleh guru, memperbaiki mutu dan hasil pembelajaran dan mencobakan hal-hal baru dalam pembelajaran demi peningkatan mutu dan hasil pembelajaran.
PTK merupakan kegiatan penelitian yang dapat dilakukan secara individu maupun kolaboratif. PTK individual merupakan penelitian dimana seorang guru melakukan penelitian di kelasnya maupun kelas guru lain.Para ahli penelitian pendidikan sangat menaruh perhatian terhadap jenis penelitian ini. Hal ini disebabkan adanya kecenderungan baru dalam upaya-upaya pendekatan dan pemanfaatan prosedur baru yang lebih menjanjikan dalam penggunaan PTK yang mempunyai dampak langsung dalam bentuk perbaikan dan peningkatan profesionalisme guru dalam mengelola proses belajar-mengajar di kelas.
PTK juga dapat dipakai sebagai implementasi berbagai program yang ada di sekolah, dengan mengkaji berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang terjadi pada siswa atau keberhasilan proses dan hasil implementasi berbagai program sekolah. Dengan kata lain, melalui PTK para guru dan pendidik langsung memperoleh teori yang dibangunnya sendiri, bukan yang diberikan oleh orang lain. Dalam hal ini guru menjadi the theorizing practioner.
Pengertian Penelitian Tindakan Kelas merupakan bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam terhadap pemahaman tindakan-tindakan yang dilakukannya, serta memperbaiki kondisi di mana praktek -praktek pembelajaran tersebut dilakukan.
1.   Proses dalam Penelitian Tindakan Kelas
Merencanakan                                                               Melakukan Tindakan





Mengamati                                                                             Merefleksi
Setelah dilakukan refleksi atau perenungan yang mencakup analisis, sintesis dan penilaian terhadap hasil pengamatan terhadap proses serta hasil tindakan, biasanya muncul permasalahan atau pemikiran baru yang perlu mendapat perhatian. Pengamatan dilakukan oleh seorang atau beberapa pengamat yang diambil dari guru lain sebagai mitra kerja di sekolah yang bersangkutan. Bersama guru pelaku tindakan, pengamat melakukan refleksi setelah proses kegiatan belajar-mengajar selesai.
Pada giliran berikutnya, setelah muncul permasalahan atau pemikiran baru perlu dilakukan perencanaan ulang, tindakan ulang dan pengamatan ulang, serta diikuti pula dengan refleksi ulang. Demikianlah tahap-tahap kegiatan ini terus berulang, sampai suatu permasalahan yang sedang dipecahkan dianggap teratasi. Untuk kemudian (biasanya) diikuti oleh kemunculan permasalahan lain yang juga harus diperlukan kegiatan serupa. Keempat fase dari suatu siklus dalam sebuah penelitian tindakan kelas biasanya digambarkan dengan sebuah spiral PTK.
2. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dicermati karakteristik penelitian tindakan kelas. Karakteristik PTK berbeda dari karakteristik penelitian formal. Dalam penelitian tindakan kelas akan terdapat unsur: (a) an inquiry on practice from within, (b) a collaborative effort between school teachers and teacher educators, dan (c) a reflective practice made public. (a). An inquiry on Practice from Within.
 Karakteristik pertama dari PTK adalah bahwa kegiatan tersebut dipicu oleh permasalahan praktis yang dihayati dalam pelaksanaan tugas sehari-hari oleh guru sebagai pengelola program pembelajaran di kelas atau sebagai jajaran staf pengajar di suatu sekolah. Dengan kata lain, PTK itu bersifat practice driven dan action driven, dalam arti bahwa PTK bertujuan bertujuan memperbaiki praksis secara langsung di sini, sekarang sehingga dinamakan juga penelitian praktis (practical inquiry). Ini berarti bahwa PTK itu memusatkan perhatian pada permasalahan yang bersifat khusus kontekstual sehingga tidak terlalu menghiraukan kerepresentatifan sample (berbeda dengan penelitian formal). Selanjutnya bahwa tujuan PTK bukan untuk menemukan pengetahuan baru yang dapat diberlakukan secara meluas (generalizable).
PTK oleh Bandi Delphie kental dengan wacana kajian eksperimental. Sedangkan penyebarluasan laporaannya dilakukan sebagai bagian dari interaksi serta serta tilik kesejawatan (peer review) yang kondusif bagi petumbuhan profesional. Dengan kata lain, PTK adalah suatu reflecive practice made public. Dalam hubungan ini, guru yang berkolaborasi dalam PTK harus mengemban peran ganda sebagai prkatisi(dalam pelaksanaan penuh keseharian tugas-tugasnya), juga sekaligus secara sistematis meneliti praksisnya sendiri. Sebagaimana telah diisyaratkan sebelumnya, apabila terlaksana dengan baik, maka kegiatan kerja sama ini akan memberi urunan nyata bagi terbentuknya kultur meneliti di kalangan guru.
Hal ini merupakan suatu langkah strategis dalam profesionalisasi jabatan guru. Ini juga berarti bahwa pelecehan profesi dalam bentuk penyediaan jasa borongan untuk membuatkan angka kredit dalam rangka proses kenaikan pangkat fungsional guru (pengembangan profesi guru) yang banyak terjadi dewasa ini akan dapat diakhiri untuk selama-lamanya.  Prinsip-Prinsip Penelitian Tindakan Kelas Menurut Hopkins (1993:57 ada enam prinsip penelitian tindakan kelas, sebagai berikut.Pekerjaan utama guru adalah mengajar, dan apapun kegiatan penelitian yang diterapkan melalui tindakan kelas ini, seyogianya tidak berdampak mengganggu komitmennya sebagai pengajar.
Ada tiga catatan yang dapat dikemukakan berkenaan dengan prinsip yang pertama ini. Pertama, dalam mencobakan suatu tindakan pembelajaran yang baru, selalu ada kemungkinan bahwa setidak-tidaknya pada awalnya hasilnya kurang dari yang dikehendaki, bahkan mungkin kurang dari yang telah diperoleh saat melakukan cara lama karena bagaimanapun tindakan perbaikan ini masih pada taraf percobaan. Guru harus menggunakan pertimbangan serta rasa tanggung jawab profesionalnya dalam menimbang-nimbang ‖jalan ke luar‖ yang akan ditempuhnya dalam upaya memberikan yang terbaik bagi siswanya.
Kedua, iterasi dari siklus tindakan juga dilakukan dengan mempertimbangkan keterlaksanaan kurikulum secara PTK oleh Bandi Delphie keseluruhan, khususnya dari segi pembentukan pemahaman yang mendalam dengan ditandai oleh adanya kemampuan menerapkan pengetahuan yang  dipelajari melalui analitis, sintetis dan evaluasi informasi, bukan terbatas dari segi ‖terkabarkannya‖ GBPP kepada siswa dalam kurun waktu yang telah dipatok (deep understanding versusu comment coverage).
Ketiga, penetapan siklus tindakan dalam PTK mengacu kepada penguasaan yang ditargetkan pada tahap perencanaan, dan sama sekali tidak mengacu kepada kejenuhan informasi (saturation of information) sebagaimana yang lazim dipedomani dalam proses iteratif pengumpulan data penelitian kualitatif.
Prinsip Kedua, Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga berpeluang mengganggu proses pembelajaran. Dengan kata lain, sejauh mungkin harus digunakan prosedur pengumpulan data yang dapat ditangani sendiri oleh guru sementara ia tetap aktif berfungsi sebagai guru yang bertugas mengajar secara penuh. Sebagai contoh, penggunaan tape recorder memang akan menghasilkan rekaman yang lengkap dibandingkan dengan perekaman manual, namun peningkatan waktu yang diperlukan untuk mencermati data melalui pemutaran ulang mungkin akan terasa berlebihan.Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknik-teknik perekaman data yang cukup sederhana namun dapat menghasilkan informasi yang cukup signifikan serta dapat dipercaya.
Prinsip yang ketiga, sebagai prinsip yang mungkin paling terbuka untuk diperdebatkan. Prinsip ketiga adalah bahwa metologi yang dipergunakan harus cukup fleksibel sehingga memungkinkan guru dapat mengidentifikasikan serta merumuskan hipotesis secara cukup meyakinkan, dapat mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta dapat memperoleh data yang dapat digunakan untuk menjawab hipotesis yang dikemukakannya. Oleh karena itu, meskipun pada dasarnya terpaksa memperbolehkan kelonggarankelonggaran‖, namun penerapan asas-asas dasar telaah taat kaidah tetap harus dipertahankan.
Prinsip keempat, masalah penelitian yang diusahakan guru seharusnya merupakan masalah yang cukup merisaukannya, dan bertolak dari tanggungjawab PTK oleh Bandi Delphie profesionalnya, sebagai Guru yang juga memiliki komitmen terhadap atasannya. Selain itu, komitmen ini juga diperlukan sebagai motivator intrinsik bagi guru untuk bertahan dalam pelaksanaan kegiatan yang secara nyata  menuntut lebihdari yang sebelumnya diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas mengajarnya secara rutin.
Dengan kata lain, pendorong utama pelaksanaan PTK adalah komitmen profesional untuk memberikan layanan yang terbaik terhadap siswanya. Dilihat dari sudut pendang ini, desakan untuk sekedar mengabarkan pokok bahasan sesuai dengan GBPP dapat dan perlu ditolak karena alasan profesional yang dimaksud. Prinsip kelima, dalam menyelenggarakan PTK guruharus selalu bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Hal ini penting ditekankan karena selain melibatkan anak-anak manusia, PTK juga hadir dalam suatu konteks organisasional sehingga penyelenggaraannya harus mengindahkan tata krama kehidupan berorganisasi. Artinya, prakarsa PTK harus diketahui oleh pimpinn lembaga, disosialisasikan kepada rekan-rekan dalam lembaga kancah, dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah kajian ilmiah serta dilaporkan hasilnya sesuai dengan tata krama penyusunan karya tulis akademik, di samping tetap mengedepankan kemasalahan subyek didik.
Prinsip keenam, Meskipun mata pelajaran dan kelas merupakan cakupan tanggung jawab guru, namun dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan classroom exceeding perspective dari arti bahwa permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas dan/ atau mata pelajaran tertentu, melainkan dalam perspektif misi sekolah secara keseluruhan. Perspektif yang lebih luas ini akan lebih terasa urgensinya bila PTK dilakukan lebih dari seorang pelaku tindakan (dua atau lebih guru

B.      Model-Model Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan (termasuk PTK) dilakukan dalam suatu siklus (putaran) tertentu. Setiap siklus terdiri dari sejumlah langkah yang harus dikerjakan peneliti. Ada beberapa model rancangan yang dikemukakan para pakar. Pada kesempatan ini dikemukakan tiga model di antaranya, yaitu 
1.   Model Lewin yang ditafsirkan oleh Kemmis
GAGASAN AWAL

RECONAINNAISSANCE

Rencana Umum
Langkah 1
Langkah 2
Langkah dst.
                                                                                          
Implementasi Langkah 1
                                       
Evaluasi
                                                                         
Perbaikan Rencana
Langkah 2

            Model ini menggambarkan sebuah spiral dari beberapa siklus kegiatan. Dari siklus dasar yang pertama inilah, apabila peneliti menilai adanya kesalahan atau kekurangan daat memperbaiki atau memodifikasi dengan mengembangknanya  dalam spiral keperencanaan langkah tindakan kedua. Apabila implementasinya kemudian dievaluasi masih terdapat kesalahan atau kekurangan, masih bisa diperbaiki atau dimodifikasi, yakni kemudian secara spiral dilanjutkan dengan perencanaan tindakan ketiga, dan seterusnya. Siklus dalam spiral ini baru berhenti apabila tindakan substantif yang dilakukan oleh penyaji sudah dievaluasi dengan baik, yaitu penyaji yang mungkin peneliti sendiri atau mitra guru sudah menguasai ketermapilan mengajar yang dicobakan dalam penelitian tersebut. Bagi peneliti pengamat atau observer, siklus dihentikan apabila data yang dikumpulkan untuk penelitian sudah jenuh, atau kondisi kelas sudah stabil.   
Penafsiran yang diberikan oleh Kemmnis meliputi hal-hal berikut :
a.    Penyusunan gagasan atau rencana umum dapat dilakukan jauh sebelumnya
b.   Reconnaissance bukan hanya kegiatan menemukan fakta dilapangan akan tetapi juga mencakup analisis, dan terus berlanjut pada siklus berikutnya.
c.    Implementasi tindakan bukan pekerjaan yang mudah, karenanya jangan langsung dievaluasi melainkan dimonitor dahulu sampai langkah implementasi dialakukan seoptimal mungkin.
2.   Model Kemmis dan Taggart 
Model yang dikemukakan Kemmis & Taggart merupakan pengembangan lebih lanjut dari model Kurt Lewin. Secara mendasar tidak ada perbedaan yang prinsip antara keduanya. Model ini banyak dipakai karena sederhana dan mudah dipahami. Rancangan Kemmis & Taggart dapat mencakup sejumlah siklus, masing-masing terdiri dari tahap-tahap: perencanaan (plan), pelaksanaan dan pengamatan (act & observe), dan refleksi (reflect). Tahapan-tahapan ini berlangsung secara berulang-ulang, sampai tujuan penelitian tercapai. Dituangkan  dalam bentuk gambar, rancangan Kemmis & McTaggart akan tampak sebagai berikut:
P
L
A
N
1
2
ACT & OBSERVE
REFLECT

3
R   P
E   L
V  A
I    N
S   
E   I
D 
5
REFLECT

6
 







                              
4
ACT & OBSERVE
R   P
E   L
V  A
I    N
S
E   II
D 
7
ACT & OBSERVE
8
REFLECT

9
 








3.   Model John Elliot
Seperti halnya model Kemmis & McTaggart, model John Elliott juga merupakan pengembangan lebih lanjut dari model Lewin. Elliott mencoba menggambarkan secara lebih rinci langkah demi langkah yang harus dilakukan peneliti. Ide dasarnya sama, dimulai dari penemuan masalah kemudian dirancang tindakan tertentu yang dianggap mampu memecahkan masalah tersebut, kemudian diimplementasikan, dimonitor, dan selanjutnya dilakukan tindakan berikutnya jika dianggap perlu.  Berikut ini adalah bagan model PTK  versi John Elliott :
Identifikasi masalah
Memeriksa di lapangan (reconnaissance)
Perencanaan Umum langkah Tindakan 1,2,3
Implementasi langkah Tindakan
 








I
Observasi/ pengaruh
Penjelasan Kegagalan tentang Implementasi
Revisi Peren-canaan Umum
Perbaikan Perencanaan Langkah Tindakan 1,2,3
Pelaksanaan Langkah / Tindakan selanjutnya 
Observasi / Pengaruh
Penjelasan Kegagalan dan efeknya
Revisi Ide Umum
 












II
Perbaikan Perencanaan Langkah 1,2,3
Observasi / Pengaruh
Implementasi Langkah Berikutnya
Penjelasan kegagalan pelak. & efeknya
 







C.          Analisis Data Penelitian Tindakan Kelas
Menurut Sugiyono (2010:335) analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain. Demikian juga dengan analisis data pada PTK adalah analisis terhadap hasil kegiatan pembelajaran. Analisis dilakukan untuk memperkirakan apakah semua aspek pembelajaran yang terlibat di dalamnya sudah sesuai dengan kapasitas. (Aunurrahman, dkk. 2009 :9). Analisis data yang dilakukan adalah:
1.   Mengumpulkan semua data dari hasil pengamatan siklus I. Baik data kualitatif maupun data kuantitatif.
2.   Menganalisis data dengan membuat tabulasi persentase yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
3.   Menguji keberhasilan penelitian dengan cara membandingkan hasil pengolahan data dengan indikator keberhasilan antara tes siklus I, dan siklus II.
Selain itu, peneliti juga menggunakan teknik triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data. Di mana dalam pengertiannya triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moloeng, 2004:330). Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda (Nasution, 2003:115) yaitu wawancara, observasi dan dokumen.
Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya data. Menurut Nasution, selain itu triangulasi juga dapat berguna untuk menyelidiki validitas tafsiran peneliti terhadap data, karena itu triangulasi bersifat reflektif. Denzin (dalam Moloeng, 2004), membedakan empat macam triangulasi diantaranya dengan memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Pada penelitian ini, dari keempat macam triangulasi tersebut, peneliti hanya menggunakan teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan sumber.
Sedangkan menurut Glaser dan Strauss (1971: 105) mengemukakan empat langkah analisis data untuk menghasilkan teori (grounded) yang disebut constant comparative method, sebagai berikut :
a.    Membandingkan kejadian-kejadian yang diaplikasikan kepada setiap kategori
b.   Memasukkan kategori-kategori dan bagian-bagiannya
c.    Membatasi teori
d.   Menuliskan teori

BAB II
PENUTUP

A.      Simpulan
Penelitian indakan kelas merupakan salah satu upaya unrtuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pendidikan terutama proses dan hasil belajar siswa pada level kelas. Selain meningkatkan kualitas pembelajaran, PTK juga berguna bagi guru untuk menguji suatu teori pembelajaran, apakah sesuai dengan kondisi kelas yang dihadapi atau tidak. Menggunakan PTK guru dapat memilih dan menerapkan teori atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan kondisi kelasnya. Tujuan PTK adalah memecahkan permasalahan pembelajaran yang muncul didalam kelas. 

B.      Saran
Penelitian tindakan kelas merupakan suatu kebutuhan guru untuk meningkatkan profesionalitasnya. Guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu pengkajian yang terdalam terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Oleh karena itu disini guru harus bisa mengkaji bagaimana keadaan dikelasnya supaya bisa meningkatkan mutu pembelajaran kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Wiriaatmadja, Rochiati. 2010. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Sunaryo, Sunarto. Penelitian Tindakan Kelas. KTI (Online) UNY: Direktorat Profesi Pendidik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar